BAB I
TEMPAT HUKUM
PERIKATAN DALAM BW.
Pembagian hukum perdata menurut doktrin:
1. hukum pribadi
2.hukum keluarga
3. hukumk
kekayaan.
4. hukum waris.
Pembagian KUHPerdata:
1. buku I :
tentang pribadi
2. buku II :
tentang benda.
3. buku III :
tentang perikatan.
4. buku IV :
tentang bukti dan kedaluawarsaan.
Hak-hak kakayaan yaitu hak-hak yang mempunyai nilai
ekonomis/uang, artinya dapat dijabarkan dalam jumlah uang tertentu. Hak
kekayaan dapat digolongkan menjadi hak absolute dan hak relatip.
1. hak kekayaan
yang absolute, ditujukan kepada semua orang.
2. hak kekayaan
yang relatif, yaitu hanya ditujukan kepada orang tertentu dan muncul dari
perikatan bersifat sementara.
Unsur-unsur perikatan:
1. hubungan hukum.
2. hak dan
kewajiban yang muncul mempunyai nilai uang.
3. hubungan antara
kreditur dan debitur.
4. isi perikatan.
BAB II
SISTEMATIKA DAN PEMBAGIAN PERIKATAN
Susunan buku III KUHPerdata tentang perikatan terdapat 4
(empat) bab berisi ketentuan umum dan 14 (empat belas) bab berisi ketentuan
hukum.
Bab I : tentang perikatan-perikatan umumnya.
Bab II : tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari
kontrak atau persetujuan, atau lahir
dari perjanjian saja.
Bab III : tentang perikatan –perikatan yang dilahirkan demi
undang-undang.
Bab IV : tentang hapusnya perikatan.
Pembagian perikatan berdasarkan cirri-ciri tertentu dapat
dikelompokan berdasarkan sumbernya, berdasarkan isinya, sifat prestasinya.
Berdasarkan sumbernya:
1. perjanjian sebagai sumber perikatan.
2. undang-undang sebagai sumber perikatan.
Berdasrkan isi prestasinya:
1. perikatan untuk memberikan sesuatu.
2. perikatan untuk melakukan sesuatu.
3. perikatan untuk tidak melakukan sesuatu.
Pembagian perikatan menurut doktrin:
1. perikatan perdata dan perikatan alamiah.
2. perikatan pokok/principal dan perikatan accessoir.
3. perikatan primer dan sekunder.
4. perikatan sepintas dan perikatan memakan waktu.
5. perikatan yang positip dan perikatan negative.
6. perikatan yang sederhana dan perikatan yang komulatif.
7. perikatan fakultatif dan perikatan alternative.
8. perikatan yang dapat dibagi-bagi dan tidak dapat
dibagi-bagi
BAB III
PRESTASI DAN WANPRESTASI
Pasal 1235
KUHPerdata menyatakan: “ dalam tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah
termasuk kewajiban si berhutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan
dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak keluarga yang baik, sampai pada saat
penyerahan “.
Penyerahan menurut pasal 1235 dapat berupa penyerahan nyata
maupun penyerahan yuridis.
Pasal 1236 KUHPerdata menyatakan: “ si berhutang adalah
wajib untuk memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada si berhutang, apabila
ia telah membawa didinya dalam keadaan tidak mampu menyerahkan bendanya, atau
telah tidak merawat sepatutnya guna menyelamatkannya”.
Kesalahan yaitu kesalahan yang menimbulkan kerugian,
sebenarnya ia dapat menghindarkan terjadinya peristiwa tersebut baik dengan
tidak berbuat atau berbuat yang lain, dan timbulnya kerugian itu dapat
dipersalahkan kepadanya, dengan memperhitungkan keadaan dan suasana pada saat
peristiwa itu terjadi. Jadi kerugian itu dapat dipersalahkan kalau ada unsur
kesengajaan maupun kelalaian pada diri debitur yang dapat dipertanggung
jawabkan kepadanya.
Wujud wanprestasi:
1. debitur sama sekali tidak berprestasi.
2. debitur keliru berprestasi.
3. debitur terlambat berprestasi.
Somasi adalah teguran agar debitur berprestasi. Dalam pasal
1243 KUHPerdata, menetapkan bahwa tuntutan ganti rugi yang muncul akibat dari
prestasi yang terlambat harus didahului dengan somasi. Namun dalam hal ganti
rugi sebagai kewajiban prestai yang berwujud lain undang-undang tidak
mengaturnya.
BAB IV
AKIBAT WANPRESTASI
Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
mestinya dan ada unsur kelalaian dan salah, maka ada akibat hukum yang atas
tuntutan dari kreditur bias menimpa debitur, sebagaimana diatur dalam pasal
1236 dan 1243, juga diatur pada pasal
1237 KUHPerdata.
Pasal 1236 dan 1243 berupa ganti rugi dalam arti:
- Sebagai
pengganti dari kewajiban prestasi perikatannya.
- Sebagian
dari kewajiban perikatan pokoknya atau disertai ganti rugi atas dasar cacat
tersembunyi.
- Sebagai
pengganti atas kerugian yang diderita kreditur.
- Tuntutan
keduanya sekaligus baik kewajiban prestasi pokok maupun ganti rugi
keterlambatannya.
Pada umumnya ganti rugi diperhitungkan dalam sejumlah uang
tertentu. Dalam hal menentukan total, maka kreditur dapat meminta agar
pemeriksaan perhitungan ganti rugi dilakukan dengan suatu prosedur tersendiri
yang diusulkan. Kalau debitur tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya, maka debitur dapat dipersalahkan,maka
kreditur berhak untuk menuntut ganti rugi. Jadi prinsip dasarnya kreditur wajib
membuktikan adanya kerugian. Kesulitan dalam praktek sehubungan dengan
perubahan nilai mata uang, nilai mata uang tidak stabil mengakibatkan tidak
mudahnya menghitung ganti rugi. Sebagai patokan dalam menetapkan ganti rugi
dengan sejumlah uang yaitu emas sebagai standar nilai rupiah. Yurisprudensi MA
tahun 1955 mengambil emas sebagai standar denagan catatan bahwa resiko
perubahan itu dibagi 2 antara penggugat dan tergugat. Ada kemungkinan kreditur
tidak mau menerima prestasi yang diserahkan debitur, ditinjau dari sudut
kewajiban penyerahan penjual berkedudukan sebagai kreditur, oleh karenanya
sebenarnya tidak benar kalau dikatakan ada wanprestasi pada kreditur, sebab
disana kreditur sebenarnya berkedudukan
sebagai debitur.
BAB V
MASALAH BUNGA SEBAGAI GANTI RUGI.
Ada 3 (tiga) macam bunga yaitu:
1. bunga moratoir, merupakan bunga yang terhutang karena
debitur terlambat memenuhi kewajiban membayar sejumlah uang. Diatur dalam pasal
1250 KUHPerdata.
2. bunga konvensional, adalah bunga yang diperjanjikan oleh
para pihak dalam suatu perjanjian dan karenanya tidak ada sangkut pautnya
dengan masalah ganti rugi. Diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata.
Bunga komvensatoir, adalah semua bunga diluar bunga yang
diperjanjikan.
Bunga moratoir, merupakan bagian dari bunga komvensatoir.
3. bunga berbunga, adalah bunga yang sudah jatuh waktu
tetapi belum/ tidak dibayar dan karenanya menghasilkan bunga lagi.
BAB VI
MASALAH RESIKO
Pada asanya setiap orang memikul sendiri resiko atas
kerugian yang menimpa barang miliknya, kecuali dilimpahkan ke perusahaan
asuransi. Berdasarkan pasal 1237, benda
yang harus diserahkan menjadi tangguangan kreditur. Karena prinsipnya kerugian
menjadi tanggungan orang yang bersalah, maka dapat ditafsirkan bahwa kalau
terjadi kerugian pada benda tertentu yang harus diserahkan dan tidak ada yang
bersalah, maka yang harus menanggung kerugian adalah kreditur. Beberapa penulis mencari jalan keluar dengan
menafsirkan pasal 1444 dengan kata-kata “ hapuslah perikatannya “ ditafsirkan
sebagai “ hapuslah seluruh perikatan yang lahir dari perjanjian yang
bersangkutan “. Pasal 1460 KUHPerdata (
tentang resiko pada jual beli ). Masalah resiko secara umum, dalam praktek
ketentuan umum tentang resiko tidak banyak berperan sebab banyak diatur oleh
perjanjian khusus, yang pada prinsifnya ketentuan khusus didahulukan terhadap
ketentuan umum. Diluar itu para pihak dalam perjanjian juga bebas mengatur
sendiri masalah resiko menyimpang dari ketentuan undang-undang yang bersifat
menambah.
BAB VII
MASALAH OVERMACHT
Pasal 1245 KUHPerdata mengatur tentang kerugian yang timbul
karena berhalangannya debitur untuk memberikan sesuatu atau berbuat sesuatu
yang diwajibkan karena adanya “ keadaan memaksa “ atau kejadian yang tidak
disengaja, maka debitur tidak dapat dituntut ganti rugi oleh kreditur. Dari
ketentuan tersebut bahwa debitur tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana
mestinya disebabkan oleh masalah-masalah sebagai berikut :
- Hal yang
tidak terduga.
- Tidak dapat
dipersalahkan kepadanya.
- Tidak
disengaja.
- Tidak ada
itikad buruk daripadanya.
- Disebabkan
debitur menghadapi keadaan memaksa.
- Faktor
kesalahan adalah faktor yang berkaitan dengan timbulnya halangan.
Unsur-unsur wanprestasi adalah :
- Ada
peristiwa yang menghalangi prestasi debitur yang diterima sebagai halangan yang
dapat membenarkan debitur untuk tidak berprestasi.
- Tidak ada
unsur salah pada debitur atas timbulnya
peristiwa halangan.
- Tidak dapat
diduga sebelumnya oleh debitur.
Overmacht pada garis besanya terbagi 2 (dua ) yaitu :
- Teorai
overmacht yang obyektif.
Menurut ajaran ini debitur baru bias mengemukakan keadaan
memaksa, kalau setiap orang dalam kedudukan sebagai debitur tidak mungkin untuk
dapat berprestasi sebagaimana mestinya, ketidakmungkinan berprestasi bersifat
absolut, siapapun tidak bisa melakukan. Ukurannya :
1. ketidak mungkinan merupakan kemungkina obyektif /
subyektif.
2. ketidakmungkinan itu tidak dapat dipersalahkan kepada
debitur.
Pasal 1444 KUHPerdata dapat disimpulkan kalau ada keadaan
absolut tidak mungkin orang berprestasi, disini ada dasar untuk mengemukakan
dalam keadaan overmacht.
- Teori
overmacht yang subyektif.
Bahwa yang dimaksud debitur adalah debitur yang
bersangkutan, yang disoroti adalah cirri-cirinya, kecakapan, tingkat social,
kemampuan ekonomi debitur yang bersangkutan, berdasarkan teori ini debitur
masih dimungkinkan keadaan memaksa, kalau ia membuktikan, bahwa ia sudah
berupaya semaksimal mungkin sesuai harapan kreditur.
Orang membedakan antara keadaan memaksa yang menyeluruh dan
sebagian. Dalam hal ini orang berpendapat ada kesempatan bagi debitur untuk
menuntut melaksanakan perjanjian dengan itikad baik. Tetapi HR telah beberapa kali
menolak tuntutan seperti itu, kemudian HR merubah pendirian diantaranya
keputusan tanggal 10 november 1927, : bahwa pihak-pihak dalam perjanjian tidak
dibenarkan untuk, berdasarkan perjanjian, menuntut sesuatu dari lawannya yang
mengakibatkan pelanggaran “ terhadapt itikad baik “.
BAB VIII
PERIKATAN BERSYARAT
Pasal 1253 merumuskan tentang syarat yaitu :
- Suatu
peristiwa yang masih akan datang, jadi belum terjadi.
- Belum tentu
akan terjadi.
Kemudian dihubungkan dengan pasal berikutnya, pasal 1254
yaitu :
- Mungkin
terlaksana.
- Tidak
bertentangan dengan kesusilaan.
Pasal 1253, 1254, 1255, mengatur syarat-syarat perjanjian,
ditutup pada saat perjanjian, digantungkan dan dikehendaki oleh kedua belah
pihak, kesimpulannya bahwa syarat sesuatu yang sengaja dicantumkan oleh para
pihak, dan disetujui para pihak dalam perjanjian.
Perikatan bersyarat diatur dalam bab I bagian ke 5 (lima )
buku 3 (tiga ), yang bersyarat adalah perikatannya, bukan perjanjiannya. Syarat
yang terlarang mempunya akibat hukum yang lebih kuat daripada testamen.
BAB IX
PERIKATAN DENGAN KETENTUAN WAKTU
Pada perikatan dengan ketentuan waktu, perjanjian sudah
lahir pada saat ditutup, tetapi daya kerja dari perikatan yang lahir tersebut
ditangguhkan, sampai terpenuhinya peristiwa-peristiwa yang disyaratkan ( pasal
1268 ), kalau perikatan itu dibatalkan dengan munculnya syarat tertentu.
Pasal 1268 mengatakan bahwa dalam suatu persetujuan
diperjanjikan, pembayaran akan dilakukan pada waktu tertentu, maka kreditur
tidak berhak untuk menagih sebelum waktu yang ditentukan.konsekwensinya kalau
perikatan itu berisi “ untuk memberikan sesuatu “ maka debitur sudah sejak
semula berkewajiban untuk memelihara benda prestasi dan wajib melakukan semua
kewajiban-kewajiban persiapan.
BAB X
PERIKATAN ALTERNATIF.
Menurut pasal 1272 merumuskan tersendiri tentang perikatan
alternative, si berhutang dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan,
tetapi ia tidak boleh memaksa si berpiutang untuk menerima sebagian dari barang
yang satu dan sebagian dari barang yang lain. Uraiannya sebagai berikut :
- Disini ada
lebih dari satu barang yang menjadi pokok perikatan.
- Perikatan
hanya satu.
- Masing-masing
obyek ( prestasi )nya merupakan satu kesatuan.
- Debitur
hanya wajib memenuhi salah satu dari obyek prestasi.
- Pemenuhan
objek prestasi yang satu membebaskan debitur dari kewajiban prestasi yang lain.
- Debitur
berhak untuk memilih sendiri diantara obyek perikatan.
- Debitur
tidak boleh memberikan obyek prestasi sebagian-sebagian dari kedua-duanya.
Macam-macam perikatan alternatif :
- Perikatan
pakultatif.
Perikatan pakultatif hanya ada satu obyek perikatan (obyeknya
primer ).
- Perikatan
generik.
Perikatan generik adalah perikatan yang obyeknya hanya
disebutkan “ jenis barang tertentu “, sebagai kebalikan dari perikatan yang
obyeknya secara spesifik tertentu.
BAB XI
PERIKATAN TANGGUNG MENANGGUNG / RENTENG
Diatur dalam pasal 1278, perikatan ini terjadi antara
beberapa orang berpiutang. Unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :
- Ada lebih
dari satu orang kreditur terhadap satu orang debitur yang sama.
- Kesemua
kreditur, debitur terhutang prestasi yang sama.
-
Masing-masing kreditur berhak untuk pemenuhan seluruh prestasi.
- Pemenuhan
prestasi kepada salah satu kreditur membebaskan debitur.
- Prestasi
itu bisa dibagi-bagi.
- Harus ada
hubungan hak kreditur dan kewajiban debitur.
Pasal 1280 menyatakan terjadi perikatan tanggung menanggung
pihak orang yang berhutang, manakala mereka semuanya diwajibkan melakukan
hal-hal yang sama bahwa pemenuhan oleh salah satu membebaskan kawan-kawan
berhutang lainnya, yang unsur-unsurnya sebagai berikut :
- Adanya
lebih dari seorang debitur terhadap seorang kreditur yang sama.
- Kesemua
debitur masing-masing dapat ditagih kreditur.
- Diwajibkan
untuk melakukan hal yang sama.
- Pemenuhan
oleh salah satu debitur membebaskan debitur yang lain.
- Kalau
kreditur berhak menuntut salah satu debitur tanggung menanggungnya untuk
seluruh prestasi.
Kalau sementara kreditur sedang bepergian atau sakit,
tagihannya dapat ditagih oleh perwakilan atau kuasanya, unsur-unsurnya sebagai
berikut :
- Yang
menentukan adalah prestasinya.
- Prestasinya
dapat menyerahkan / melakukan sesuatu.
- Kalau
prestasinya untuk menyerahkan sesuatu, apakah obyek prestasi yang akan diserahkan
dapat dibagi-bagi, prestasinya melakukan sesuatu, apakah pekerjaan itu dapat
dilakukan sepotong-sepotong.
- Ukuran
menentukan prestasi dibagi-bagi melihat secara pisik.
BAB XII
PERIKATAN YANG DAPAT DAN TIDAK DIBAGI-BAGI
Pasal 1296 memberi patokan bahwa suatu perikatan adalah
dapat atau tidak dapat dibagi-bagi sekedar perikatan tersebut mengenai suatu
barang yang penyerahannya dapat dibagi-bagi atau tidak dapat dibagi-bagi baik
secara nyata maupun secara perhitungan. Pasal 1300 menyatakan perkecualian,
sebagai berikut :
- Hutang itu
merupakan hutang hipotik.
- Hutang itu
merupakan barang tertentu.
- Bagi hutang
utama, si berhutang boleh memilih antara berbagai barang, salah satunya barang
tersebut tidak dapat dibagi-bagi.
- Menurut
persetujuan salah satunya ahli waris.
- Baik karena
sifat maupun barang yang menjadi pokok perikatan maksud kedua belah pihak
hutangnya tidak dapat dibagi-bagi.
Pasal 1304 menyatakan, maksud ancaman hukumana adalah untuk
menjamin, sebenarnya lebih tepat “ lebih menjamin “, karena tidak ada orang
yang bisa menjamin pelaksanaan suatu perikatan, yaiti dengan mengaitkan hukuman
itu dengan tidak dipenuhinya kewajiban perikatan oleh debitur, orang mengatakan
perjanjian janji hukuman ( strafbeding ). Janji seperti itu dalam praktek dapat
dikaitkan dengan suatu perjanjian atau wasiat. Walaupun undang-undang tidak
mengatakan apa wujud dari hukuman itu maka orang bebas mengaitkan dengan
hukuman apa saja asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum, pada umumnya orang mengaitkan dengan hukuman pembayaran denda
sejumlah uang tertentu, oleh karenanya orang menyebutkan janji denda ( boete
beding ).
No comments:
Post a Comment