Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
cenderung diskriminatif dalam memberantas korupsi. Terutama dalam
menelaah lebih lanjut, pihak-pihak lain yang terlibat korupsi kasus
Hambalang.
Kalau ada orang yang dipilih (tersangka yang telah ditetapkan), maka orang lain yang terlibat diabaikan, timbul dugaan diskriminasi. Di dalam ilmu hukum, penyelidikan perkara korupsi seharusnya bersifat keilmuan, sehingga hasil yang didapatkan sesuai harapan. Namun dari kasus Hambalang, KPK tidak berani mengungkap nama-nama lain, terutama yang dekat dengan penguasa. Padahal dalam hukum pidana, proses penyidikan perkara pidana bersifat objektif, ilmiah, dan dapat diuji oleh siapa saja dan hasilnya akan sama. Sekarang muncul istilah baru, KPK berani atau tidak berani, independen atau tidak independen.
Di samping itu kinerja KPK menimbulkan berbagai pertanyaan dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka, KPK menetapkan tersangka terlebih dahulu, baru kemudian mencari bukti.
Kalau ada orang yang dipilih (tersangka yang telah ditetapkan), maka orang lain yang terlibat diabaikan, timbul dugaan diskriminasi. Di dalam ilmu hukum, penyelidikan perkara korupsi seharusnya bersifat keilmuan, sehingga hasil yang didapatkan sesuai harapan. Namun dari kasus Hambalang, KPK tidak berani mengungkap nama-nama lain, terutama yang dekat dengan penguasa. Padahal dalam hukum pidana, proses penyidikan perkara pidana bersifat objektif, ilmiah, dan dapat diuji oleh siapa saja dan hasilnya akan sama. Sekarang muncul istilah baru, KPK berani atau tidak berani, independen atau tidak independen.
Di samping itu kinerja KPK menimbulkan berbagai pertanyaan dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka, KPK menetapkan tersangka terlebih dahulu, baru kemudian mencari bukti.
Kasus Hambalang sebagai bukti cara
kerja siapanya, sehingga kalau ada orang terlibat dan disebut di
persidangan cenderung diabaikan (KPK) . Dalam kasus ini terdapat jejak-jejak Sekretaris Jendral Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas.
KPK dinilai tebang pilih dan tidak berani menyentuh
pihak-pihak yang dekat dengan penguasa bukan hanya dalam kasus Hambalang
tetapi juga kasus daging sapi impor seperti Bunda Putri.
Selama ini, KPK selalu dipuja puji
dengan berbagai gebrakannya dalam memberantas korupsi, tanpa pandang
bulu. Namun, jika benar pihak KPK meniadakan peran Bu Pur dalam kasus
proyek Hambalang, hal ini memang layak menjadi pertanyaan banyak pihak.
Di sisi lain KPK sebagai institusi penegakan hukum, perlu
dikritisi. Jangan cuma dukungan saja yang diberikan kepada KPK.
Tetapi, banyak kalangan terutama yang
tersangkut dengan kasus hukum dipastikan, tidak akan berani melakukan
serangan terbuka terhadap KPK. Sebab, hal itu bisa jadi akan menyebabkan
pihak KPK, lebih 'ganas' melakukan pengusutan.
Sekali lagi ditegaskan, pimpinan dan
penyidik KPK juga merupakan manusia, yang tidak luput dari berbagai
kekurangan, bahkan mungkin kekhilafan. Karenanya, kita berharap pihak
KPK hendaknya tetap terbuka dan mau menerima berbagai kritikan yang
dialamatkan kepadanya.
Pimpinan dan penyidik KPK, tidak boleh
merasa hebat dan benar sendiri, serta terkesan menargetkan seserang.
Dengan begitu, berbagai langkah yang ditempuhnya dalam upaya memberangus
koruptor, tidak dituding bersikap diskriminatif.
No comments:
Post a Comment