Monday 28 October 2013



Sejarah Restorative Justice
              Program Restorative Justice Victim Offender Mediation pertama kali dilaksanakan sejak tahun 1970 di Amerika bagian utara dan Eropa seperti Norwegia dan Finlandia. Selanjutnya Restorative Justice ini dikembangkan di Negara New Zealand pada tahun 1989 dan di Australia tahun 1991 yang pada mulanya merupakan refleksi atau gambaran aspek proses secara tradisional masyarakat yang diperoleh dari penduduk asli New Zealand yaitu bangsa Maori.
              Sedangkan proses Restorative Justice Circle pertama kali ada tahun 1992 di Yukon Kanada.Di Negara ini proses Restorative Justice dapat dilakukan tanpa melalui proses peradilan jika memenuhi syarat- syarat tertentu, yaitu :
a.       Pelaku mengaku bersalah dan bersedia bertanggung jawab atas akibat perbuayan yang dilakukannya
b.      secara bebas, tanpa paksaan dari pihak manapun menyetujui proses Restorative Justice di luar pengadilan.
c.       Adanya fasilitator atau mediator yang memenuhi kriteria.

              Dan terakhir Board Restorative / Youth Panels  program ini mulai dilaksanakan di Negara bagian Vermont pada tahun 1996.

              Bentuk- bentuk Restorative Justice yang ada dan digunakan sampai saat ini adalah:

a.      Victim Offender Mediation (VOM)
Suatu pertemuan antara korban dengan pelaku yang dipimpin oleh seorang mediator. VOM awalnya berasal dari Kanada sebagai bagian dari alternative sanksi pengadilan.
b.      Family Grup Conferencing (FGC)
Pesrta FGC lebih luas disbanding VOM. FGC melibatkan keluarga inti , teman dan ahli selain pelaku dan korban.FGC seringdigunakan dalam perkara yang dilakukan oleh anak – anak. Program ini digunakan oleh Australia dan Selandia Baru. Di Brazil program seperti ini disebut Restorative Conferencing (RC)
c.       Community Restorative Boards (CRB)
CRB merupakan suatu grup/ panel/ lembaga yang terdiri dari orang- orang yang telah terlatih untuk bernegoisasi dalam menyelesaikan masalah. Di sini korban bertemu dengan pelaku dan dengan panelis untuk mendiskusikan masalah dan solusinya dalam jangka waktu tertentu. Jika dalam jangka waktu tersebut tidak dicapai kesepakatan maka panel tersebut akan melimpahkannya pada pengadilan atau polisi. Ini banyak digunakan di Inggris dan di Wales.
d.      Restorative Circles
Merupakan suatu forum yang terdiri dari keluarga dan teman- teman untuk mendukung narapidana agar dapat bersosialisasi dengan masyarakat. Sistem ini banyak digunakan di Hawaii.

1.      Konsep Restorative Justice

            Prinsip Restorative Justice menurut susan Sharpe dalam bukunya yang berjudul “ Restorative Justice aVision for Hearing and Change” yaitu

a.         Restorative justice mengandung partisipasi penuh dan konsensus.
b.         Restorative Justice berusaha menyembuhkan kerusakan atau kerugian yang ada akibat terjadinya tindak kejahatan.
c.          Restorative Justice memberikan tanggung jawab langsung kepada pelaku secara utuh.
d.         Restorative Justice mencarikan penyatuan kembali kepada warga masyarakat yang terpecah atau terpisah karena tindakan criminal
e.          Restorative Justice memberikan ketahanan kepada masyarakat agar dapat mencegah terjadinya tindak kriminal berikutnya.

      Sedangkan Restorative Justice menurut Howard Zehr adalah melihat suatu proses peradilan dengan pandangan yang berbeda ,yakni proses pemulihan sesuatu dalam tindak pidana yang dilakukan seorang terhadap orang lain , untuk memulihkan sesuatu menjadi baik kembali seperti semula dengan melibatkan korban, pelaku dan masyarakat dalam mencari solusi yang mengutamakan perbaikan, rekonsiliasi dan perlindungan.
      Howard Zehr menyebutkan perbedaan antara Retributive Justice dan Restorative Justice adalah:

a.         Retributive Justice memfokuskan pada perlawanan terhadap hukum dan Negara, sedangkan Restorative Justice pada pengrusakan atau kekerasan terhadap manusia yang berhubungan dengannya.
b.         Retributive Justice berusaha mempertahankan hukum dengan menetapkan kesalahan dan mengatur penghukuman, sedangkan Restorative Justice mempertahankan korban dengan mempertahankan sakitnya dan membuat kewajiban pertanggungjawaban pelaku kepada korban dan masyarakat yang dirugikan sehingga semuanya mendapatkan haknya masing- masing.
c.          Retributive Justice melibatkan Negara dan pelaku dalam proses peradilan  formal , sedangkan Restorative Justice melibatkan korban, pelaku dan masyarakat dalam suasana dialog dalam mencari penyelesaian.
d.         Dalam Retributive Justice korban hanya sebagai bagian pelengkap, sedangkan dalam  Restorative Justice korban adalah posisi sentral.
e.          Dalam Retributive Justice posisi masyarakat diwakili oleh Negara, sedangkan dalam Restorative Justice masyarakat berpartisipasi aktif.

Karakteristik Restorative Justice Theory menurut Van  Nes :

a.         Crime is primarily  conflict between individuals resulting in injuries to victims, communities and the offenders themselves;only secondary is it lawbreaking;
b.         The overarching aim of the criminal justice process should be to reconcile parties while repairing the injuries caused by crimes.
c.          The Criminal justice process should facilitate active participation by victims, offenders and their communities. It should not be dominated by goverment to the exclusion of others.
  

Karakteristik Restorative Justice menurut Muladi, dapat dikemukakan ciri- cirinya:
a.          Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran seseorang terhadap orang  lain.
b.         Titik perhatian pada pemecahan masalah pertanggungjawaban dan kewajiban pada masa depan.
c.          Sifat normatif dibangun atas dasar dialog dan negosiasi.
d.         Restitusi sebagai sarana perbaikan para pihak, rekonsiliasi dan restorasi sebagai tujuan utama.
e.          Keadilan dirumuskan sebagai hubunganb-hubungan hak,dinilai atas dasar hasil.
f.          Kejahatan diakui sebagai konflik.
g.         Sasaran perhatian pada perbaikan kerugian sosial.
h.         Masyarakat merupakan fasilitator di dalam proses retoratif.
i.           Menggalakkan bantuan timbal balik.
j.           Peran korban dan pelaku tindak pidana diakui baik dalam permasalahan maupun penyelesaian hak-hak dan kebutuhan si korban diakui; pelaku tindak pidana didorong untuk bertanggungjawab.
k.         Pertanggungjawaban si pelaku dirumuskan sebagai dampak pemahaman terhadap perbuatan dan untuk membantu memutuskan mana yang paling baik.
l.           Tindak pidana difahami dalam konteks menyeluruh moral, sosial dan ekonomis.
m.       Dosa atau hutang dan pertanggungjawaban terhadap korban diakui.
n.          Reaksi dan tanggapan difokuskan pada konsekuensi yang dari  perbuatan si pelaku tindak pidana.
o.         Stigma dapat dihapus melalui tindakan restorative.
p.         Ada kemungkinan (dorongan untuk bertobat dan mengampuni) yang bersifat membantu.
Perhatian ditujukan pertanggungjawaban terhadap akibat perbuatan ( bandingkan dengan  retiributive justice, perhatian diarahkan pada
a.          debat antara kebebasan kehendak (free will) dan determinisme sosial  psikologis di dalam kausa kejahatan).

        Menurut Lois Presser dan Patricia Van Voorhis bahwa dalam proses Restorative Justice ada tiga hal yang harus ditempuh, yaitu :

a.         Family Group Cenverence (FGC)
yaitu adanya musyawarah dalam keluarga untuk membahas permasalahan antara pihak korban dengan pelaku.
b.         Victim Offender Mediation (VOM)
yaitu adanya mediasi antara pelaku dengan pihak korban yang difasilitasi   oleh mediator.
c.          Peacemaking and sentencing circles
yaitu tercapainya/ terbangunnya proses perdamaian antara pelaku tindak kejahatan dengan pihak korban dan masyarakat.

Selanjutnya dari ketiga bentuk yang tersebut di atas haruslah mengandung unsur- unsur :

a.          Adanya dialog yang melibatkan korban dan pelaku, korban dan aparat penegak hukum, korban dan anggota masyarakat dan antara pelaku dengan anggota masyarakat serta pihak- pihak lain yang dibutuhkan.
b.         Realtion Building  (membangun hubungan) antara pelaku dengan korban dan pihak- pihak lain yang dianggap perlu.
c.          Restorasi, yaitu adanya pemulihan khususnya bagi pelaku tindak pidana maupun korban , meliputi pemulihan fisik dan psikisnya, serta ganti rugi bagi korban.

Manfaat Restorative Justice menurut Wright (1991) adalah :

a.          Meningkatkan pemahaman dan menekankan pertanggungjawaban serta menaikkan daya terima masyarakat terhadap pelaku kejahatan.
b.         Menggabungkan kebijakan social dengan kebijakan pencegahan kejahatan.
c.          Memberikan contoh untuk perilaku yang baik.
d.         Meningkatkan komunikasi dan partisipasi bagi korban, pelaku dan masyarakat.
e.          Melakukan penahanan hanya jika diperlukan.           


 Restorative Justice yang dikemukakan oleh Wright (1991) dikategorikan menjadi tiga nilai yaitu :

a.          Encounter, yaitu memberikan kesempatan bagi korban (pelaku) dan komunitasnya untuk bertemu, berdiskusi tentang kejahatan dan akubat yang ditimbulkan.
b.         Amneds , yaitu mengharapkan pelaku untuk melakukan langkah- langkah guna memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkan.
c.          Reinsegranation, yaitu mencari cara untuk memulihkan korban dan pelaku secara menyeluruh bagi korban, pelaku dan masyarakat.


        Liebmann  secara sederhana mengartikan Restorative Justice sebagai suatu sistem hukum yang bertujuan untuk mengembalikan kesejahteraan korban, pelaku dan masyarakat yang rusak oleh kejahatan, dan untuk mencegah pelanggaran atau tindakan kejahatan lebih lanjut.

        Liebmann juga memberikan rumusan Restorative Justice sebagai berikut:
a.       Meprioritaskan dukungan dan penyembuhan korban.
b.      Pelaku pelanggaran bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan.
c.       Dialog antara korban dengan pelaku untuk mencapai pemahaman.
d.      Ada upaya untuk meletakkan secara benar kerugian yang ditimbulkan
e.       Pelaku pelanggar harus sadar tentang bagaimana cara menghindari kejahatan di masa depan.
f.       Masyarakat turut membantu dalam mengintegrasikan dua belah pihak, baik korban maupun pelaku.








 



No comments:

Post a Comment