Thursday 31 October 2013

Restorative Justice - Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum



   Hukum Anak yang Sudah Terkodifikasi

      Berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia secara yuridis, batasan usia kapan seseorang dikategorikan  anak  terjadi dualisme.Satu pihak menetapkan anak adalah seseorang yang berusia di bawah 21 tahun, dipihak lain menetapkan anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun.
      Dalam sistem perundang-undangan kita belum ada unifikasi tentang hukum anak, akan tetapi sudah terkodifikasi dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Undang-Undang memberikan pengetian anak lebih menitik beratkan pada pembatasan usia. Untuk lebih jelasnya penulis menyajikan beberapa pengertian Hukum Anak yang sudah terkodifikasi .
a)      Pengertian Hukum Anak menurut Undang-undang No. 3 Th 1997 pasal 1 ayat 2 
      Merumuskan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah berumur 8 tahun, tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah menikah.
      Menurut Undang-undang No 3 Th 1997 tersebut syarat anak adalah:
1)         Anak dibatasi umur 8 sampai 18 tahun.
2)         Anak belum pernah kawin.
Maksudnya tidak sedang terikat dalam perkawinan atau pernah kawin dan kemudian cerai.Bila si anak sedang terikat perkawinan atau perkawinannya putus karna perceraian, maka si anak dianggap sudah dewasa walaupun umurnya belum genap 18 tahun.


b)      Pengertian Anak menurut Undang-undang No 12 Th 1995 tentang Pemasyarakatan.
      Status anak berdasarkan Putusan pengadilan dapat sebagai Anak Pidana atau Anak Negara.
1)       Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan Putusan Pengadilan menjalani Pidana di Lembaga Pemasyarakatan ( LP) paling lama sampai berumur 18 tahun.
2)       Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan Putusan Pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di LP Anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

c)       Pengertian Anak menurut KUHP pasal 45
Mendefinisikannya sebagai orang yang belum dewasa apabila belum berumur 16 tahun. Oleh karena itu apabila anak tersebut tersangkut dalam perkara pidana maka hakim akan memerintahkan supaya si tersalah tersebut akan dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharaannya dengan tidak dikenakan suatu hukuman. Ketentuan Pasal 35, 46, dan 47 KUHP sudah dihapuskan dengan lahirnya Undang-undang No 3 Th 1997.
d)     Pengertian Anak menurut Hukum Perdata . Pasal 330 KUHPerdata mengatakan orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.
e)      Pengertian Anak menurut Konvensi Anak Sedunia Pasal 1 adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun kecuali telah ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
f)       Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak memberikan batasan umum yang lebih longgar. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan : ”Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.

      Berdasarkan beberapa pengertian anak tersebut di atas, terlihat bahwa dalam hukum positif di Indonesia terdapat pluralisme mengenai kriteria anak. Hal ini menurut Darwin Prinst adalah sebagai akibat tiap-tiap peraturan perundang-undangan mengatur secara tersendiri krteria tentang anak.[1]



        Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH)
Sudah jamak diketahui bahwa permasalahan perlindungan anak di Indonesia sangat berat dan kompleks. Salah satu persoalan yang serius dan mendesak untuk memperoleh perhatian adalah penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum  (ABH).
Dimensi berhadapan dengan hukum berarti adanya tindakan- tindakan anak yang bertentangan dengan ketentuan- ketentuan hukum yang berlaku dan sah di Indonesia , sehingga dalam konteks ini dapat didefinisikan bahwa anak- anak yang bermasalah dengan hukum anak- anak yang belum dewasa menurut hukum dan melakukan tindakan- tindakan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku dan sah.
Umumnya anak- anak yang berhadapan dengan hukum didefinisikan sebagai anak yang disangka , didakwa atau dinyatakan bersalah melanggar ketentuan hukum atau seorang anak yang diduga telah melakukan atau telah ditemukan melakukan suatu pelanggaran hukum. Dalam kepustakaan hukum, ABH disebutkan  bahwa Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang telah mencapai usia 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah :
a.       Yang diduga, disangka, didakwa, atau dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana;
b.      Yang menjadi korban tindak pidana atau yang melihat dan/atau mendengar sendiri terjadinya suatu tindak pidana.
Anak yang berhadapan dengan hukum dapat juga dikatakan sebagai anak yang terpaksa berkontak dengan sistem pengadilan pidana karena :[2]
a.       Disangka, didakwa, atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar hukum
b.      Telah menjadi korban akibat perbuatan pelanggaran hukum tang dilakukan orang/kelompok orang/lembaga/negara terhadapnya; atau
c.       Telah melihat, mendengar, merasakan, atau mengetahui suatu peristiwa pelanggaran hukum.
                        Ada dua kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan dengan hukum :[3]
a.      Status Offence
Yaitu perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan orang dewasa tidak dianggap kejahatan
misal: membolos sekolah, kabur dari rumah ,dll
b.      Juvunile Delequency
Yaitu perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan orang dewasa dianggap kejahatan atau kriminal
misal; perampokan, memperkosa, pelecehan seksual, dll
Oleh karena itu jika dilihat ruang lingkupnya maka anak yang
berhadapan dengan hukum dapat dibagi menjadi :
a.       Pelaku atau tersangka tindak pidana;
b.      Korban tindak pidana;
c.       Saksi suatu tindak pidana
Dalam memahami Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) terdapat beberapa hal penting yang saling berkaitan , yaitu :

a.    Pelaku kerap menjadi sarana pelampiasan kemarahan masyarakat yang merasa tercoreng rasa keadilannya.
b.   Hukum beserta aparat penegak hukumnya berusaha untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat dengan memproses kasus pidana yang dilakukan oleh anak tersebut.
c.    Sebagai seorang anak, mekanisme hukum dan rasa keadilan masyarakat harus ditempatkan dalam  kerangka yang  mendorong secara konstruktif ke   arah perkembangan fisik dan psikisnya.


Secara legislasi pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan dalam upaya memberikan perlindungan terhadap anak , daiantaranya :

a. Pasal 66 Undang- undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dalam proses peradilan anak meliputi :
1)      Hak untuk tidak disiksa
2)      Tidak boleh dihukum mati atau seumur hidup
3)      Dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum
4)      Dirampas kemerdekaannya sebagai upaya terakhir
5)      Pemisahan tahanan anak dari orang dewasa
6)      Hak atas bantuan hukum
7)      Memperoleh keadilan dimuka hukum

b. Pasal 64 Undang- undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak meliputi :
1)      Perlakuan terhadap anak secara manusiawi sesuai martabatnya
2)      Adanya pendamping khusus anak
3)      Penjatuhan sanksi yang tepat sesuai dengan kepentingan terbaik untuk anak
4)      Penyediaan sarana dan prasarana yang cukup
5)      Penghindaran dari publikasi

c. Secara internasional PBB telah menetapkan pedoman pelaksanaannya dalam The Beijing Rules yang memuat prinsip- prinsip:
1)      Non diskriminasi dalam proses peradilan
2)      Peradilan yang adil, efektif dan manusiawi
3)      Penentuan batas usia pertanggungjawaban
4)      Penjatuhan pidana penjara sebagai upaya terakhir
5)      Tindakan diversi dilakukan sesuai persetujuan anak atau orang tua
6)      Perlindungan privasi anak

Peraturan lain terhadap perlindungan hak- hak anak tercantum dalam berbagai ketentuan peraturan perundang- undangan antara lain:
a.       Undang- undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak untuk bidang hukum.
b.      Undang- undang No 9 Tahun 1960 tentang Pokok- pokok Kesehatan pada Pasal 1, Pasal  3 ayat (1) , Pasal 9 ayat (2) untuk bidang kesehatan.
c.       Undang- undang Dasar Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) dan Undang- undang No 12 Tahun 1945 tentang Dasar- dasar Pengajaran dan Pendidikan di Sekolah , Pasal 17 dan Pasal 19 untuk bidang pendidikan.
d.      Undang- undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, untuk bidang kesejahteraan.


Dalam Hukum Internasional juga terdapat tiga instrument paling penting dalam melakukan perlindungan terhadap hak- hak terhadap anak yang bermasalah dalam bidang hukum (Children in Conflict with The Law) yaitu:
a.      The UN Guidelines for the Prevention of the Juvenile Deliquency (The Riyadh Guidelines)
b.      The UN Standard Minimum Rules for the Administration of Juvinile Justice (The Beijing Rules)
c.       The UN Rules for the Protection of Juvenile Deprived of Their Liberty[4]


            Pengertian keadilan bagi anak yang berkonflik dengan hukum adalah dipastikannya semua anak untuk memperoleh layanan dan perlindungan secara optimal dari sistem peradilan dan proses hukum. Anak berhadapan dengan hukum diartikan ketika anak dalam posisi sebagai korban,, saksi dan pelaku. Sedangkan anak berkonflik dengan hukum ketika anak diposisikan sebagai tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana.


[1] J.E. Sahetapy, Viktimologi Sebuah Bunga Rampai, 1987, hal.2
[2] Apong Herlina , dkk , Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum , Buku Saku untuk Polisi , Unicef , Jakarta , 2004 , hal 17
[3] Purnianti, Mamik Sri Supatmi dan Ni Made Martini Tinduk ,mengutip Harry E Allen and Clifford E Simmonsen dalam Correction in America : A Introduction , Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak ( Juvunille Justice System) di Indonesia ,UNICEF ,Indonesia  , 2003 ,hal 2
[4] Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem  Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT Refika Aditama ,Bandung ,2008, hal 51

No comments:

Post a Comment