Berdasarkan
peraturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia secara yuridis, batasan
usia kapan seseorang dikategorikan
anak terjadi dualisme.Satu pihak
menetapkan anak adalah seseorang yang berusia di bawah 21 tahun, dipihak lain
menetapkan anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun.
Dalam
sistem perundang-undangan kita belum ada unifikasi tentang hukum anak, akan
tetapi sudah terkodifikasi dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang
berlaku saat ini. Undang-Undang
memberikan pengetian anak lebih menitik beratkan pada pembatasan usia. Untuk
lebih jelasnya penulis menyajikan beberapa pengertian Hukum Anak yang sudah
terkodifikasi .
a) Pengertian
Hukum Anak menurut Undang-undang No. 3 Th 1997 pasal 1 ayat 2
Merumuskan bahwa anak adalah orang yang
dalam perkara anak nakal telah berumur 8 tahun, tetapi belum mencapai 18 tahun
dan belum pernah menikah.
Menurut Undang-undang No 3 Th 1997 tersebut
syarat anak adalah:
1)
Anak dibatasi umur 8 sampai 18 tahun.
2)
Anak belum pernah kawin.
Maksudnya tidak sedang terikat dalam perkawinan atau
pernah kawin dan kemudian cerai.Bila si anak sedang terikat perkawinan atau
perkawinannya putus karna perceraian, maka si anak dianggap sudah dewasa
walaupun umurnya belum genap 18 tahun.
b) Pengertian
Anak menurut Undang-undang No 12 Th 1995 tentang Pemasyarakatan.
Status anak berdasarkan Putusan pengadilan
dapat sebagai Anak Pidana atau Anak Negara.
1) Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan
Putusan Pengadilan menjalani Pidana di Lembaga Pemasyarakatan ( LP) paling lama
sampai berumur 18 tahun.
2) Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan
Putusan Pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di LP
Anak paling lama sampai berumur 18 tahun.
c) Pengertian Anak menurut KUHP pasal 45
Mendefinisikannya sebagai orang yang belum dewasa
apabila belum berumur 16 tahun. Oleh karena itu apabila anak tersebut
tersangkut dalam perkara pidana maka hakim akan memerintahkan supaya si
tersalah tersebut akan dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau
pemeliharaannya dengan tidak dikenakan suatu hukuman. Ketentuan Pasal 35, 46,
dan 47 KUHP sudah dihapuskan dengan lahirnya Undang-undang No 3 Th 1997.
d) Pengertian
Anak menurut Hukum Perdata . Pasal 330 KUHPerdata mengatakan orang yang belum
dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih
dahulu telah kawin.
e) Pengertian
Anak menurut Konvensi Anak Sedunia Pasal 1 adalah setiap orang yang berusia di
bawah 18 tahun kecuali telah ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
f) Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak memberikan batasan umum yang lebih longgar. Pasal 1
angka 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan
: ”Anak adalah seseorang yang belum
mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.
Berdasarkan
beberapa pengertian anak tersebut di atas, terlihat bahwa dalam hukum positif
di Indonesia terdapat pluralisme mengenai kriteria anak. Hal ini menurut Darwin
Prinst adalah sebagai akibat tiap-tiap peraturan perundang-undangan mengatur
secara tersendiri krteria tentang anak.[1]
Anak
yang Berhadapan dengan Hukum (ABH)
Sudah
jamak diketahui bahwa permasalahan perlindungan anak di Indonesia sangat berat
dan kompleks. Salah satu persoalan yang serius dan mendesak untuk memperoleh
perhatian adalah penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH).
Dimensi
berhadapan dengan hukum berarti adanya tindakan- tindakan anak yang
bertentangan dengan ketentuan- ketentuan hukum yang berlaku dan sah di
Indonesia , sehingga dalam konteks ini dapat didefinisikan bahwa anak- anak
yang bermasalah dengan hukum anak- anak yang belum dewasa menurut hukum dan
melakukan tindakan- tindakan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku dan
sah.
Umumnya
anak- anak yang berhadapan dengan hukum didefinisikan sebagai anak yang
disangka , didakwa atau dinyatakan bersalah melanggar ketentuan hukum atau
seorang anak yang diduga telah melakukan atau telah ditemukan melakukan suatu
pelanggaran hukum. Dalam kepustakaan hukum, ABH disebutkan bahwa Anak yang berhadapan dengan hukum
adalah anak yang telah mencapai usia 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai
usia 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah :
a. Yang diduga, disangka, didakwa, atau
dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana;
b.
Yang
menjadi korban tindak pidana atau yang melihat dan/atau mendengar sendiri
terjadinya suatu tindak pidana.
Anak yang berhadapan dengan hukum dapat juga dikatakan sebagai anak
yang terpaksa berkontak dengan sistem pengadilan pidana karena :[2]
a.
Disangka, didakwa, atau
dinyatakan terbukti bersalah melanggar hukum
b.
Telah menjadi korban
akibat perbuatan pelanggaran hukum tang dilakukan orang/kelompok
orang/lembaga/negara terhadapnya; atau
c.
Telah melihat,
mendengar, merasakan, atau mengetahui suatu peristiwa pelanggaran hukum.
Ada
dua kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan dengan hukum :[3]
a. Status
Offence
Yaitu perilaku kenakalan anak yang apabila
dilakukan orang dewasa tidak dianggap kejahatan
misal: membolos sekolah, kabur dari rumah
,dll
b. Juvunile
Delequency
Yaitu perilaku kenakalan anak yang apabila
dilakukan orang dewasa dianggap kejahatan atau kriminal
misal; perampokan, memperkosa, pelecehan
seksual, dll
Oleh karena itu jika dilihat ruang lingkupnya maka anak yang
berhadapan
dengan hukum dapat dibagi menjadi :
a. Pelaku atau tersangka tindak pidana;
b. Korban tindak pidana;
c.
Saksi suatu tindak
pidana
Dalam
memahami Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) terdapat beberapa hal penting
yang saling berkaitan , yaitu :
a.
Pelaku kerap menjadi sarana pelampiasan
kemarahan masyarakat yang merasa tercoreng rasa keadilannya.
b.
Hukum beserta aparat penegak hukumnya
berusaha untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat dengan memproses kasus pidana
yang dilakukan oleh anak tersebut.
c.
Sebagai seorang anak, mekanisme hukum
dan rasa keadilan masyarakat harus ditempatkan dalam kerangka yang
mendorong secara konstruktif ke arah
perkembangan fisik dan psikisnya.
Secara
legislasi pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan dalam upaya memberikan
perlindungan terhadap anak , daiantaranya :
a. Pasal 66
Undang- undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dalam proses
peradilan anak meliputi :
1) Hak
untuk tidak disiksa
2) Tidak
boleh dihukum mati atau seumur hidup
3) Dirampas
kemerdekaannya secara melawan hukum
4) Dirampas
kemerdekaannya sebagai upaya terakhir
5) Pemisahan
tahanan anak dari orang dewasa
6) Hak
atas bantuan hukum
7) Memperoleh
keadilan dimuka hukum
b. Pasal 64
Undang- undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak meliputi :
1) Perlakuan
terhadap anak secara manusiawi sesuai martabatnya
2) Adanya
pendamping khusus anak
3) Penjatuhan
sanksi yang tepat sesuai dengan kepentingan terbaik untuk anak
4) Penyediaan
sarana dan prasarana yang cukup
5) Penghindaran
dari publikasi
c. Secara
internasional PBB telah menetapkan pedoman pelaksanaannya dalam The Beijing Rules yang memuat prinsip-
prinsip:
1) Non
diskriminasi dalam proses peradilan
2) Peradilan
yang adil, efektif dan manusiawi
3) Penentuan
batas usia pertanggungjawaban
4) Penjatuhan
pidana penjara sebagai upaya terakhir
5) Tindakan
diversi dilakukan sesuai persetujuan
anak atau orang tua
6) Perlindungan
privasi anak
Peraturan
lain terhadap perlindungan hak- hak anak tercantum dalam berbagai ketentuan
peraturan perundang- undangan antara lain:
a. Undang-
undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak untuk bidang hukum.
b. Undang-
undang No 9 Tahun 1960 tentang Pokok- pokok Kesehatan pada Pasal 1, Pasal 3 ayat (1) , Pasal 9 ayat (2) untuk bidang
kesehatan.
c. Undang-
undang Dasar Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) dan Undang- undang No 12 Tahun 1945
tentang Dasar- dasar Pengajaran dan Pendidikan di Sekolah , Pasal 17 dan Pasal
19 untuk bidang pendidikan.
d. Undang-
undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, untuk bidang kesejahteraan.
Dalam
Hukum Internasional juga terdapat tiga instrument paling penting dalam
melakukan perlindungan terhadap hak- hak terhadap anak yang bermasalah dalam
bidang hukum (Children in Conflict with
The Law) yaitu:
a.
The
UN Guidelines for the Prevention of the Juvenile Deliquency (The Riyadh
Guidelines)
b.
The
UN Standard Minimum Rules for the Administration of Juvinile Justice (The
Beijing Rules)
c.
The
UN Rules for the Protection of Juvenile Deprived of Their Liberty[4]
Pengertian
keadilan bagi anak yang berkonflik dengan hukum adalah dipastikannya semua anak
untuk memperoleh layanan dan perlindungan secara optimal dari sistem peradilan
dan proses hukum. Anak berhadapan dengan hukum diartikan ketika anak dalam
posisi sebagai korban,, saksi dan pelaku. Sedangkan anak berkonflik dengan
hukum ketika anak diposisikan sebagai tersangka atau terdakwa pelaku tindak
pidana.
[1] J.E. Sahetapy, Viktimologi
Sebuah Bunga Rampai, 1987, hal.2
[2] Apong Herlina , dkk ,
Perlindungan Terhadap Anak yang
Berhadapan dengan Hukum , Buku Saku
untuk Polisi , Unicef , Jakarta , 2004 , hal 17
[3] Purnianti, Mamik Sri
Supatmi dan Ni Made Martini Tinduk ,mengutip Harry E Allen and Clifford E
Simmonsen dalam Correction in America : A Introduction , Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak ( Juvunille Justice
System) di Indonesia ,UNICEF ,Indonesia
, 2003 ,hal 2
[4] Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam
Sistem Peradilan Pidana Anak di
Indonesia, PT Refika Aditama ,Bandung ,2008, hal 51
No comments:
Post a Comment