Wednesday 6 November 2013

Implementasi pelaksanaan konsep keadilan pemulihan (Restorative Justice ) sebagai bagian dari perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.



Konsep Restorative Justice telah muncul lebih dari dua puluh tahun yang lalu sebagai alternative penyelesaian perkara pidana anak. Kelompok Kerja Peradilan Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan restorative justice sebagai suatu proses semua pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu duduk bersama-sama untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana mengatasi akibat pada masa yang akan datang.
Sebagai konsep pemidanaan tentunya tidak hanya terbatas pada ketentuan hukum pidana formil dan materiil. Restorative Justice juga harus diamati dari sisi kriminologi dan dan sistem pemasyarakatan, karna ternyata konsep ini belum sepenuhnya menjamin keadilan terpadu, yaitu keadilan bagi pelaku, korban dam masyarakat dalam mekanisme di luar peradilan pidana.

Sistem dan Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum
        Sampai saat ini perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum di Indonesia masih sangat memprihatinkan, walaupun pemerintah telah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tahun 1990 dan membuat beberapa perundangan yang berkaitan dengan hak- hak anak , namun pada prakteknya tetap memperlihatkan minimnya penghormatan (respect) dan perlindungan (protect) aparat negara terhadap hak- hak anak.
        Dalam Undang- Undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam point menimbang disebutkan untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak diperlukan dukungan baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai, sehingga ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan anak perlu dilakukan secara khusus.
       Demikian juga dalam  pasal 41 Undang- Undang No 3 Tahun 1997 ditegaskan bahwa penyidik dalam kasus anak yang berhadapan dengan hukum ditetapkan dengan Surat Keputusan Kapolri yang menegaskan bahwa penyidik tersebut telah berpengalaman sebagai penyidik dan mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.
a.       Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Tindak Pidana anak di Polrestabes Semarang
         Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan. Secara umum berdasarkan ketentuan Undang- Undang no 3 tahun 1997 bahwa penyelidikan terhadap pelaku tindak pidana anak hanya dapat dilakukan apabila pelaku tindak pidana telah berusia 8 (delapan tahun) tapi belum mencapai umur 18 (delapan belas tahun), terhadap anak di bawah umur delapan tahun yang melakukan tindak pidana akan mendapat pembinaaan dan dikembalikan pada orang tua/wali.
         Untuk mengetahui bahwa telah terjadi tindak pidana polisi dapat memperoleh informasi melalui bebrapa hal , diantaranya: adanya laporan, pengaduan, tertangkap tangan dan diketahui langsung oleh petugas Polisi republik Indonesia.
1)        Dalam hal adanya laporan atau pengaduan yang diajukan baik secara tertulis maupun tidak tertulis (lesan), dicatat terlebih dahulu oleh penyidik ataupun oleh penyidik pembantu. Kemudian kepada pelapor atau pengadu diberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan. Setelah itu petugas Polisi Republik Indonesia yang dalam hal ini adalah penyidik segera melakukan penyelidikan untuk mengetahui bahwa benar- benar telah terjadi suatu peristiwa tindak pidana dan agar tidak salah. Apabila suatu tindak pidana diketahui oleh kepolisian berdasarkan hasil laporan, hal ini akan mempermudah pihak berwajib dalam melakukan penyidikan dalam hal pelaku tindak pidana masih anak- anak maka penyelidikan dilakukan berdasarkan ketentuan perundang- undangan yang berlaku yaitu UU no 3/ Th 1997 dan KUHAP.
2)        Dalam hal tertangkap tangan petugas Polisi Republik Indonesia / Penyelidik dapat segera melakukan tindakan penangkapan, penggeledahan, penyitaan dan melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
3)        Dalam hal suatu tindak pidana diketahui langsung oleh petugas Polisi Republik Indonesia, maka wajib segera melakukan tindakan- tindakan sesuai dengan kewenangan masing- masing, kemudian polisi membuat Berita Acara Penangkapan atas tindakan- tindakan yang dilakukannya, guna penyelesaian selanjutnya.

Setelah memperoleh informasi tentang adanya tentang suatu tindak pidana maka Pejabat Kepolisian Republik Indonesia segera melakukan penyelidikan. Adapun yang berwenang melakukan penyelidikan adalah setiap Pejabat Kepolisian Republik Indonesia yang khusus ditugaskan untuk itu (pasal 4 KUHAP), yang karena kewajibannya mempunyai wewenang:
1)        Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
2)        Mencari keerangan dan barang bukti;
3)        Menyuruh berhanti seseorang yang dicurigai dan menayakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
4)        Melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Dasar atas perintah penyidikan dapat melakukan:
1)        Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;
2)        Pemeriksaan dan penyitaan surat;
3)        Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
4)        Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

Setelah penyidik melakukan penyelidikan, maka penyidik segera membuat dan menyampaikan laporan hasil penyelidikan kepada penyidik.
Dengan diketahuinya bahwa telah terjadi suatu peristiwa tindak pidana berdasarkan laporan dari penyidik, maka penyidik segera melakukan penyidikan guna mencari serta mengumpulkan barang bukti, yang dengan berang bukti itu membuat terang tentang suatu tindak pidana yang terjadi dan guna menemikan tersangkanya.
Dalam hal melakukan penyidikan Polrestabes Semarang berpedoman pada Undang- Undang No 3 Tahun 1997 dan KUHAP (UU No 8 Tahun 1981) menurut Penyidik Polrestabes Semarang, bahwa ketentuan dalam UU No 3/1997 dalam hal tertentu juga menunjuk KUHAP misalnya dalam hal penangkapan dalam hal ketentuan pasal 43 butir (1) UU No 3 /1997 menyebutkan “Penangkapan anak nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana”
Langkah awal yang ditempuh penyidik Polrestabes semarang dalam melakukan penyidikan adalah dengan melakukan penyelidikan, penindakan, pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Dalam hal penyidik telah melakukan tugas penyidikan maka penyidik wajib memberitahukan kepada penuntut umum dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang dilampiri dengan berita acara.
Kemudian polisi baru melakukan tindakan- tindakan sebagai berikut:
1)        Penindakan terhadap tindak pidana yang dilakukan anak
Penindakan adalah setiap tindakan hukum yang dilakukanterhadap orang maupun benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang dilakukan anak. Tindakan hukum tersebut berupa pemanggilan tersangka dan saksi, penagkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

a)        Pemanggilan tersangka dan saksi
        Setelah penyidik memperoleh keterangan- keterangan yang jelas tentang tindak pidana yang terjadi dan siapa tersangkanya , maka penydik segera melakukan pemanggilan terhadap tersangka dan saksi untuk didengar keterangannya. Penyidik mendengarkan keterangan tersangka dan saksi dengan pertimbangan :
·         Bahwa seseorang mempunyai peran sebagai tersangka atau saksi dalam suatu tindak pidana yang telah terjadi;
·         Untuk melengkapi keterangan- keterangan ,petunjuk- petunjuk dan bukti- bukti yang sudah didapat, akan tetapi dalam beberapa hal masih terdapat kekurangan.

b)        Penangkapan
        Yang dimaksud dengan penangkapan adalah pengekangan sementara waktu untuk kebebasan tersangka apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan. Dalam hal melakukan penangkapan terhadap tindak pidana yang dilakukan anak perlu diperhatikan hal- hal yang brkaitan dengan kondisi kemasyarakatan (UU No 3/ Th 1997)
        Akan tetapi penyidik juga mempertimbangkan jenis tindak pidana yang dilakukan oleh anak sehingga dalam melakukan penangkapan penyidik tetap memperhatikan dan berpedoman pada ketentuan undang- undang yang berlaku baik KUHAP maupun peraturan yang mengatur secara khusus yaitu Undang- Undang No 3 Tahun 1997.
        Pada dasarnya dalam melakukan penangkapan terhadap anak yang melakukan tindak pidana, petugas polisi dalam hal ini penyidik tidak mengalami banyak kesulitan, terlebih- lebih terhadap anak yang baru pertama kali melakukan tindak pidana , karena kebanyakan dari mereka masih polos dan jujur.
        Setelah tersangka(anak yang melakukan tindak pidana)maka terhadapnya dilakukan pemeriksaan , berdasarkan ketentuan pasal 42 Undang- Undang No 3 Tahun 1997 pemeriksaan dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
·         Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan;
·         Dalam melakukan penyidikan terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyidik wajib ,e,imta pertimbangan atau saran dari pembimbing masyarakat danapabila perlu juga dapat meminta saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya.
Pemeriksaan dimaksudkan untuk dapat menentukan perlu tidaknya diadakan penahanan, mengingat jangka waktu penangkapan yang diberikan oleh Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana hanya 1*24 jam.

c)        Penahanan
        Kemudian apabila dipandang perlu untuk dilakukan penahanan, maka penyidik dapat menahan anakyang melakukan tindak pidana tersebut guna kepentingan penyidikan. Maksud dari penahanan itu adalah agar supaya anak tersebut tidak melarikan diri (alasan subyek) , tidak akan merusak dan menghilangkan barang bukti dan atau akan mengulangi tindak pidana lagi.
        Oleh karena itu pihak orang tua/ wali harus diberi tahu dan diberi pengertian tentang sebab- sebab kenapa anaknya ditahan. Penahanan dilaksanakan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku untuk paling lama 20 (dua puluh) hari berdasarkan ketentuan pasal 44 butir (2)  UU No 3 Th 1997. Mengenai rumah tahanansedapat mungkin merupakan panti pengawasan (Observation/ Remand- Home).
        Dalam melakukan penahanan anak yang melakukan tindak pidana, Polrestabes Semarang tidak memiliki fasilitas yang memadahi tetapi tetap diusahakan dalam suatu ruangan yang terpisah dengan tahanan orang dewasa , dan diberikan perhatian baik dari segi kesehatan jiwa dan mentalnya maupun dari segi kerohanian.
        Disamping itu anak diberi pelatihan ketrampilan yang berguna dan mudah dilaksanakan, jika anak tersebut masih sekolah pada kesempatan tertentu diberikan pelajaran dengan harapan anak tersebut masih memiliki minat dan kemauan untuk tetap belajar.
        Pada kenyataan anak yang pernah ditahan di Polrestabes Semarang memang dipisahkan dari tahanan orang dewasa, tapi jarang atau bahkan tidak pernah mendapatkan pendidikan dari tenaga ahli , pendidikan yang diberikan hanya berupa pendisiplinan diri misalnya membantu mengepel, membersihkan taman dan lain- lain.

d)       Penggeledahan
        Penggeledahan dilakukan berdasarkan hasil laporan penyidik yang dibuat oleh petugas penyidik/ penyidik pembantu. Untuk penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan untuk kepentingan penyelidikan. Guna menjamin hak asasi manusia atau seorang atas rumah kediamannya , maka dalam melakukan penggeledahan harus dengan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri dan surat perintah penggeledahan.
        Dalam melakukan penggeledahan harus disaksikan oleh Ketua Lingkungan/ Kepala Desa bersama 2 (dua) orang saksi bila penghuni rumah tidak memberikan izin untuk digeledah (pasal 33 butir (4) KUHAP) .
        Jikalau dalam melakukan penggeledahan terdapat atau ditemukan barang bukti, maka barang bukti tersebut dapat disita untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut dan anak yang melakukan tindak pidana tersebut dapat ditahan untuk kepentingan pengusutan, kalau memang terbukti anak tersebut dapat diajukan sebagai terdakwa.

e)        Penyitaan
        Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Dalam hal tertangkap tangan oleh petugas polisi maka bukti dapat langsung disita , misalnya alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana.
        Dalam hal penggeledahan rumah penyitaan harus dilakukan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri. Disamping itu menurut pasal 39 KUHAP ditentukan bahwa yang dapat dilakukan penyitaan :
·         Benda atau tagihan tersangka yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari hasil tindak pidana;
·         Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
·         Benda yang dipergunakan untuk menghalang- halangi penyidikan tindak pidana;
·         Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
·         Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan;
·         Benda yang berada dalam sitaan perkara perdata atau pailit sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut pada huruf a,b,c,d,e.

Sedangkan menurut ketentuan Undang- Undang no 3 Tahun 1997, dalam perkara anak melakukan tindak pidana barang yang dapat disita adalah sebagai berikut:
·           Barang- barang yang didapat karena pidana yang dilakukan;
·           Barang- barang yang dengan sengaja digunakan dalam melakukan tindak pidana
       Penyidik dalam memeriksa kasus anak- anak harus melakukannya dengan nuansa kekeluargaan dalam melakukan penyidikan, wajib meminta pertimbangan atau  saran dari pembimbing kemasyarakatan bahkan jika perlu dapat meminta saran kepada ahli pendidikan, ahli kesehatan, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya.Penyidik juga harus merahasiakan terhadap proses penyidikan perkara anak- anak tersebut.
       Perlindungan dan hak- hak terhadap anak yang bermasalah dengan hukum juga dikemukakan dalam Undang- Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pada pasal 1 ayat (2)  dikatakan bahwa perlindungan anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak- haknya agar dapat hidup , tumbuh, berkembang dan berprestasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
       Pada pasal 2 dikatakan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945 serta prinsip- prinsip dasar Konvensi Hak- Hak Anak yang meliputi nondiskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta prinsip penghargaan terhadap pendapat anak.
       Dalam kasus anak pelaku pelanggaran hukum, mereka berhak mendapatkan pendampingan dari pengacaranya selama menjalani proses peradilan. Disamping itu adanya kepentingan korban yang juga tidak boleh diabaikan, namun demikian tetap harus memperhatikan hak hak asasi anak sebagai tersangka. Oleh karena itu, anak anak ini sebisa mungkin harus dijauhkan dari tindakan penghukuman sebagaimana yang biasa dilakukan kepada penjahat dewasa.
       Namun pada kenyataannya dalam sejumlah kasus pidana yang melibatkan anak- anak masih banyak ditemukan upaya penyelesaian konflik oleh aparat penegak hukum khususnya Polri yang terasa sangat ketat dan kaku sehingga menimbulkan ketidakadilan, kritik dan protes oleh masyarakat. Penyidikan pada kasus tersebut menunjukan bahwa:
1)        Perbuatan para tersangka dipandang memenuhi unsur tindak  pidana  namun penyidik mengesampingkan rasa keadilan masyarakat yang berkembang secara luas.
2)        Penyidik tidak melakukan penafsiran secara contra legam dengan mengesampingkan ketentuan hukum yang diterapkan, tetapi secara kaku dan ketat menafsirkan hukum rules and logic sesuai dengan kepastian hukum.
3)        Penafsiran hukum tersebut mengesampingkan realitas social yang berkembang di tengah masyarakat yang mengamanatkan penafsiran hukum secara sosiologis atau teleologis.
4)        Dalam penyidikan tindak pidana anak, penyidik tidak memperhatikan dan mengimplementasikan Telegram Kapolri No. TR/1124/XI/2006 tentang Petunjuk dan Arahan Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum sebagai peraturan kepolisian yang mengamanatkan penyidik berdasarkan kewenangan diskresinya seyogyanya melakukan tindakan diversi dalam bentuk mengembalikan kepada orang tua si anak baik tanpa atau disertai peringatan informal ataupun melakukan mediasi seperti menjadi perantara guna mengkomunikasikan atau memfasilitasi pemenuhan kebutuhan korban dan perlindungan terhadap anak sebagai pelaku dalam bingkai tujuan menyelesaikan persoalan yang timbul akibat perbuatan yang dilakukan pelaku.
5)        Kuatnya aliran positivis hukum di lingkungan Polri mengesampingkan ketentuan hukum yang terdapat dalam pasal 16 ayat (1) huruf I Undang- Undang No 2 Tahun 2002 tentang Polri yang menentukan bahwa petugas kepolisian berdasarkan kewenangan diskresi dapat melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
6)        Penyidikan mengedepankan faham legalistic yang formal, procedural dan birokratis yang menganut aliran positivis hukum karena peraturan kepolisian ini memang berdasarkan pada KUHAP yang menganut asas legalitas (pasal 3 KUHAP).
7)        Penyidikan oleh penegak hukum yang sejatinya adalah dalam rangka pemberian keadilan justru menimbulkan kesenjangan atau diskrepansi antara penegak hukum yang dilakukan dengan tuntutan keadilan masyarakat, karena mengesampingkan hukum yang hidup di masyarakat.

b.    Proses Pemeriksaan  Anak yang Berhadapan dengan Hukum

1)      Pemeriksaan tersangka
         Dalam melakukan pemeriksaan pendahuluan terhdap anak yang melakukan tindak pidana , anak didampingi oleh orang tua/ wali pengasuhnya atauseorang penasehat hukum, hal tersebut dilakukan semata- mata untuk kepentingan sang anak gar anak tidak merasa ketakutan untuk mengungkapkan kejadian yang sebenarnya.
         Sesuai dengan asas praduga tak bersalah, maka seorang anak yang diduga melakukan tindak pidana yang sedang dalam proses peradilan tetap dianggap sebagai anak yang tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
         Dalam batas umur 8 (delapan) tahun bagi anak nakal untuk dapat diajukan ke sidang anak didasarkan pada pertimbangan sosiologis, psikologis dan pedagogis, bahwa anak yang belum mencapai umur 8 (delapan) tahun dianggap belum dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik terhadap anak yang melakukan tindak pidana sebelum mencapai 8 ( delapan) tahun tetap diterapkan asas praduga tak bersalah.
         Penyidikan terhadap anak yang dilakukan untuk apakah anak melakukan tindak pidana, seorang diri atau ada unsur pengikutsertaan (deelneming) ataupun paksaan dari orang dewasa. Langkah pertama yang dilakukan penyidik dalam melakukan pemeriksaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana yaitu:
a)      Diberitahukan terlebih dahulu tentang apa yang disebutkan padanya;
b)      Kemudian dalam mengajukan pertanyaan digunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak diantaranya identitas anak, kekilafan- kekilafannya, keluarganya, sekolahnya , teman- teman dan lingkungan yang mempengaruhi kehidupannya dengan tujuan diketahui kehidupan anak dan kehidupan keluarganya secara riil.
c)      Mengenai tempat pengusutan atau pemeriksaan bisa dilakukan di rumah si anak atau di tempat ruangan yang sederhana yang tidak dicampur dengan tempat pemeriksaan orang dewasa, dimana suasana aman dan tentram tetap terjaga sehingga anak tidak merasa takut dan seram dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan.
d)     Sangat dihindarkan melakukan tindakan kekerasan atau tekanan biarpun anak tersebut membandel , sehingga ia dapat mengerti dan mengakui apa yang telah ia lakukan dan mengapa ia ditindak polisi dan akhirnya dengan kesadaran ia berjanji tidak akan melakukan perbuatan yang merugikan dirinya dan masyarakat. Demikian pula dengan orang tua yang mendampinginya dapat ikut mengerti kekurangan- kekurangan dalam melaksanakan kewajibannya terhadap anaknya dan dapat pula berjanji untuk memperbaikinya , karena kebutuhan anak akan material memang penting tapi yang lebih penting adalah perhatian dan bimbingan terhadap anak yang cukup.
e)      Jika kasus anak tidak begitu berat dan anak tersebut dirasa masih dapat diperbaiki dengan memberikan teguran, nasehat dan lain sebagainyayang kesemuanya demi perkembangan anak di masa depan.Khusus mengenai sanksi dalam penjelasan pasal 7 dalam Undang- Undang No 3 tahun 1997 diuraikan bahwa sanksi terhadap anak  yang melakukan tindak pidana dibedakan berdasarkan ketentuan umur anak, yaitu bagi anak yang masih berumur 8 (delapan) sampai 12 (duabelas) tahun hanya dikenakan tindakan , sepaerti dikembalikan pada orang tuanya, ditempatkan pada organisasi sosial atau diserahkan kepada negara . Sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur diatas 12 (duabelas) sampai 18 (delapanbelas) tahun dijatuhkan pidana. Perbedaan tersebut bukan diskriminatif melainkan didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak.

2)      Pemeriksaan saksi
Setelah tersangka dipriksa selanjutnya saksi yang ganti diperiksa. Saksi adalah orang yang memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntan dan peradilan tentang suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ,ia lihat sendiri dan ia alami sendiri sehingga saksi merupakan alat bukti yang sah.
         Sedangkan tujuan dari diadakannya pemeriksaan saksi adalah untuk lebih menguatkan / meyakinkan penyidikan terhadap tersangka apabila ia benar- benar melakukan tindak pidana atau bahkan sebaliknya.Oleh sebab itu saksi tidak boleh hanya satu orang dan paling sedikit dua orang.
         Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana seorang petugas polisi/ penyidik disamping harus menguasai pendidikan tentang kepolisian juga harus menguasai ilmu psychiatrie, sosiologi sosiale, paedagogie dan antropologi dan juga apabila dipandang perlu dalam melakukan pemeriksaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana dapat dilakukan oleh seorang polisi wanita. Karna biasanya dalam melakukan pendekatan terhadap anak –anak lebih luwes dibanding dengan polisi pria.
         Akan tetapi apabila polisi atau penyidik merasa kesulitan dalam melakukan pemeriksaan , ia dapat meminta bantuan kepada orang ahli antara lain : psycholog, psychiater, tokoh agama , juru bahasa isyarat untuk memudahkan atau memperlancar jalannya pemeriksaan.
         Setelah selesai melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dan atau saksi harus segera dibuat berita acara yang memenuhi persyaratan formal dan material. Kemudian penyidik membuat resume untuk menyusun ikhtisar dan kesimpulan berdasarkan hasil penyidikan dari suatu tindak pidana yang dilakukan oleh anak.
b.        Penyerahan berkas perkara
                        Setelah semua selesai diperiksa oleh penyidik maka dilakukan pemberkasan perkara atau berkas perkara , yang kemudian berkas perkara tersebut diserahkan ke POLRES dimana terdakwa berdomisili di wilayahnya. Setelah diperiksa di Serse POLRES, apabila sudah benar kemudian diberi cap / label POLRI dan apabila belum lengkap maka dikembalikan untuk diperbaiki.

    Upaya- upaya untuk mendorong pemerintah ke arah penanganan yang lebih baik harus tetap dilakukan oleh semua pihak. Dalam hal menangani anak yang berhadapan dengan hukum , Kepolisian sebagai penyidik perlu di dorong dan dituntut agar perilakunya lebih ramah terhadap anak. Proses penyidikan di Kepolisian menentukan arah apakah anak yang berhadapan dengan hukum tersebut akan diproses pada tingkat selanjutnya atau tidak.
    Dalam pertemuan beberapa kali antara penulis dengan penyidik , pengetahuan dan pemahaman mereka tentang hak anak masih sangat kurang. Mereka kebanyakan belum pernah membaca tentang Konvensi Hak Anak. Hanya KUHAP yang menjadi pegangan utama dalam menyelidiki anak yang berhadapan dengan hukum dan sedikit mengadopsi Undang- Undang No 3 Tahun 1997 khususnya tentang masa penahanan dan perlunya Litmas dan Bappas, sehingga penyidik cenderung menyamakan perlakuannya dengan tersangka dewasa.
    Di dalam Undang- Undang No 3 Tahun 1997 penyidik yang menangani kasus anak yang berhadapan dengan hukum adalah penyidik yang memiliki SKEP Penyidik Anak. Disamping itu harus memiliki syarat- syarat sebagai berikut: berpengalaman menyidik tindak pidana yang dilakukan orang dewasa serta mempunyai minat, perhatian dan dedikasi serta memahami masalah anak. Meskipun undang- undang mengamanatkan demikian ternyata sampai saat ini penyidik yang memiliki SKEP Penyidik Anak masih sangat minim.
    Maksud pernyataan ini adalah agar penanganan anak yang berhadapan dengan hukum betul- betul memperhatikan kepentingan anak. anak- anak yang menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pastinya mengalami ketakutan yang sangat luar biasa. ketakutan ini akan diperparah jika perlakuan yang diberikan penyidik tidak berbeda ketika menangani tersangka dewasa.
    Dikalangan penyidik, seorang tersangka dewasa cenderung ditempatkan sebagai residivis kambuhan. Ini juga terjadi pada tersangka anak- anak. Kalo kita cermati masih banyak pertanyaan- pertanyaan yang dilontarkan pada tersangka anak mengandung stigmatisasi yang sangat kuat yang mengarahkan tersangka untuk mengakui bahwa perbuatan yang dilakukan tersangka anak bukan yang pertama kalinya. Bahkan masih terjadi praktek pemaksaan terhadap anak untuk mangakui sesuatu yang dikehendaki penyidik.
    Dalam undang- undang disebutkan penyidik wajib memeriksa tersangka dengan suasana kekeluargaan. Pada saat pemeriksaan anak- anak didampingi orang tua atau keluarga serta sebisa mungkin menghadirkan Penasehat Hukum.
    Perlu tidaknya penahanan terhadap tersangka anak merupakan kontradiksi penanganan anak yang berhadapan dengan hukum di tingkat penyidikan. Perlu tidaknya seseorang ditahan atau tidak bukan didasari oleh penghormatan terhadap hak- hak tersangka anak lebih pada kedekatan fisik dan kekerabatan. Penahanan seolah- olah menjadi kewajiban penyidik , padahal di dalam KUHAP seorang tersangka tidak selalu harus ditahan kecuali dalam situasi tertentu yang mengharuskan adanya penahanan.

No comments:

Post a Comment