Monday 4 November 2013

Konsep Pelaksanaan Keadilan Pemulihan (Restorative Justice) Sebagai Bagian dari Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Indonesia



               Keadilan  adalah suatu kondisi dimana setiap orang dapat melaksanakan hak dan kewajibannya secara rasional, bertanggung jawab dan bermanfaat. Apabila keadilan dikaitkan dengan perlindungan anak, maka antara lain dapat dikatakan dimana ada keadilan disitu seharusnya terdapat pula perlindungan anak yang baik. Anak adalah generasi penerus bangsa, oleh karena itu setiap anak seharusnya dilindungi agar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya secara rasional, bertanggung jawab dan bermanfaat.
      Yang dimaksud dengan rasional adalah masuk akal, wajar dalam hal positif dan negatifnya. Bertanggung jawab berarti dapat dipertanggung jawabkan secara horizontal terhadap sesama manusia dan vertikal terhadap Tuhan YME, dapat dipertanggung jawabkan terhadap orang lain dan diri sendiri. Sedangkan bermanfaat artinya hal tersebut dapat bermanfaat untuk orang lain, masyarakat, bangsa dan negara serta diri sendiri.
      Sedangkan di mata hukum keadilan adalah inti atau hakikat hukum. Keadilan tidak hanya dapat dirumuskan secara matematis, bahwa yang dikatakan adil adalah bila seseorang mendapat bagian yang sama dengan orang orang lain. Demikian pula keadilan tidak cukup dengan dimaknai dengan simbol – simbol angka sebagaimana tertulis dalam KUHP, karna keadilan sesungguhnya terdapat dibalik sesuatu yang tampak dibalik angka tersebut, terumus secara filosofis oleh petugas hukum.
      Dalam sistem hukum di manapun di dunia, keadilan selalu menjadi objek perburuan, khususnya melalui lembaga pengadilannya. Keadilan adalah merupakan hal mendasar bagi bekerjanya suatu sistem hukum. Sistem hukum tersebut sebenarnya merupakan suatu struktur atau kelengkapan untuk mencapai konsep keadilan yang telah disepakati bersama.
              Setiap masyarakat mengembangkan mekanismenya sendiri-sendiri guna mengontrol perilaku anggota-anggotanya yang melakukan atau yang dianggap melakukan perilaku yang menyimpang. Khususnya bila penyimpangan tersebut dianggap intensional, tidak dapat diterima dan mengakibatkan kerugian serius (berupa timbulnya korban atau biaya dalam arti luas), muncullah konsep penghukuman (punishment).
Pada awalnya, penghukuman dilakukan dengan paradigma retributive dan merupakan reaksi langsung atas perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Paradigma retributive ini terlihat dalam semangat mengganjar secara setimpal berkaitan dengan perbuatan dan atau efek dari perbuatan yang telah dilakukan.
 Paradigma penghukuman belakangan muncul dengan semangat agar orang tidak melakukan perbuatan yang diancamkan. Dengan kata lain, penghukuman dilakukan dengan semangkat menangkal (deterrence). Perkembangan pemahaman mengenai kegunaan penghukuman sebagai instrumen dalam rangka metode pengubahan tingkah laku terlihat melalui munculnya paradigma rehabilitative.
   Paradigma tersebut melihat bahwa seseorang yang melanggar atau menyimpang dari aturan yang ada pada dasarnya adalah orang yang rusak, sakit, kekurangan, bermasalah atau memiliki ketidakmampuan sehingga melakukan perilaku tersebut. Oleh karena itu, melalui penghukuman atasnya, orang tersebut pada dasarnya hendak diperbaiki atau disembuhkan dari kekurangannya. Seiring dengan perubahan paradigma tersebut, bentuk-bentuk penghukuman pun berkembang, bervariasi dan, semakin manusiawi.
      Restorative Justice (Keadilan Pemulihan) adalah merupakan konsep pemidanaan yang mengedepankan pemulihan kerugian yang dialami korban dan pelaku, dibanding menjatuhkan hukuman penjara bagi pelaku. Pelaku atau korban mencari penyelesaian terhadap tindak pidana yang terjadi dengan mengedepankan pemulihan keadaan semula dan bukan pembalasan.
      Begitu pula dengan asas diversi yang mengupayakan penyelesaian tindak pidana oleh anak yang tidak selalu dibawa ke proses pemidanaan secara formal, melainkan penyelesaian menggunakan cara- cara di luar pengadilan dengan berpatokan pada asas kekeluargaan.
      Pada dasarnya terdapat banyak definisi dari Restorative Justice. Namun demikian, berdasarkan hasil studi empiris yang telah dilakukan oleh pakar, masih terdapat banyak perdebatan tentang bentuk ideal dari restorative justice sebagai wadah mediasi antara korban dan pelaku yang menekankan kepentingan korban dari pada yang lain.
      Yang dimaksud dengan Restorative Justice adalah:
a.       Penanganan ABH tidak melalui proses hukum formal tapi dilaksanakan melalui musyawarah berbasis kemasyarakatan.
b.      Sebuah proses di mana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan.
              Pihak- pihak yang terlibat dalam Restorative Justice adalah  pelaku dan keluarga pelaku , korban dan keluarga korban, tokoh  masyarakat dan fasilitator.Sedangkan tujuan dari  Restorative Justice adalah   mempertemukan pihak korban , pelaku  dan  masyarakat dalam pertemuan dan mencari jalan keluar terhadap penyelesaian serta pemulihan kerugian yang telah terjadi.  Restorative justice telah berkembang secara global di seluruh dunia. Di banyak negara restorative justice menjadi satu dari sejumlah pendekatan penting dalam kejahatan dan keadilan yang secara terus – menerus dipertimbangkan di sistem peradilan dan undang – undang.  Restorative justice menawarkan solusi terbaik dalam menyelesaikan kasus kejahatan anak yaitu dengan memberikan keutamaan pada inti permasalahan dari suatu kejahatan
         Konsep  Restorative Justice juga berlandaskan dengan due proses model bekerjanya sistem peradilan pidana, yang sangat menghormati hak hak hukum setiap tersangka seperti :
a.          Hak untuk diduga dan diperlakukannnya sebagai orang yang tidak bersalah jika pengadilan belum memvonisnya bersalah.
b.         Hak untuk membela diri dan hak untuk mendapatkan hukuman yang proposional dengan pelanggaran yang telah dilakukan.

Proses dari Restorative Justice dapat dilakukan dengan cara :
a.          Mediasi antara pelaku dan korban
b.         Reparasi (pelaku membetulkan kembali segala hal yang dirusak)
c.          Konferensi korban-pelaku (yang melibatkan keluarga dari kedua belah pihak dan tokoh pemuka dalam masyarakat) 
d.         Victim awareness work (suatu usaha dari pelaku untuk lebih peduli akan dampak dari perbuatannya).
Asas-asas  pelaksanaan Restorative Justice:
a.           Membuat pelanggar bertanggung jawab atas perbuatannya
b.         Kemampuan dan memberikan kesempatan pada pelaku bertanggung   jawab.
c.          Pelibatan korban, pelaku, orangtua korban, orang tua pelaku, teman sekolah, teman bermain dan masyarakat.
d.          Menciptakan forum kerja sama.        
e.           Menciptakan hubungan langsung dan nyata antara kesalahan dengan reaksi sosial
        Sebagai proses peradilan pidana Restorative Justice berpotensi terlihat sejak :
1.      Fenomena kejahatan / penyimpangan diketahui / teramati.
a.       Sebagian dianggap tak termaafkan, serius dan berimplikasi besar.
Sebagian lain dianggap pantas mendapatkan diskresi dan sensitivitas dalam  perlakuan.
c.       Oleh polisi dan jaksa.
2.   Posisi dan keberadaan pihak- pihak terkait dengan kejahatan dan penyimpangan tertentu telah jelas.
a.       Sebagian ada yang mendapatkan ganjaran.
b.      Sebagian lain tidak mendapatkan perhatian.
c.       Oleh pengadilan dan LP

Arti penting penerapan konsep Restorative Justice:
1.      Pemidanaan membawa masalah lanjutan bagi keluarga pelaku kejahatan.
2.      Pemidanaan pelaku kejahatan tidak melegakan / menyembuhkan korban
3.       Proses formal peradilan pidana terlalu mahal, lama dan tidak pasti.
4.      Pemasyarakatan sebagai lanjutan pemidanaan juga tidak berpotensi menyumbang apa- apa bagi masa depan narapidana dan tata hubungannya dengan korban.

Adapun alasan dalam  penggunaan metode Restorative Justice adalah :
1.   Anak dipandang sebagai generasi penerus bangsa masih bergantung pada orang dewasa, sedang belajar dan membutuhkan perlindungan agar dapat tumbuh dan berkembang.
2.   Faktanya banyak anak yang dipenjara terabaikan haknya, tidak mendapat pelayanan pendidikan, kesehatan dan bimbingan pengembangan diri secara memadai.
3.   Penanganan terhadap pelanggaran yang dilakukan anak harus mengutamakan sensitive hak anak.
4.   Restorative Justice merupakan proses penanganan ABH yang sensitive hak anak dan tepat untuk mengubah pelanggar hukum menjadi penjaga hukum.


 Restorative Justice dapat dilakasanakan apabila:
1.    Sebelum kasus ditangani melalui hukum formal, dapat ditangani di lingkungan masyarakat lokal.
2.    Setelah kasus pelanggaran diproses melalui hukum formal (penangkapan, penyidikan, penuntutan maupun persidangan) dengan mengupayakan terjadinya penghentian (diskresi) penanganan kasus melalui proses formal dan mengalihkan (diversi) ke penyelesaian berbasis masyarakat secara musyawarah.


 Restorative Justice mengandung beberapa unsur- unsur penting yaitu:

1.   Pengakuan dan penyelesaian , kesediaan keluarga pelaku dan korban untuk bermediasi atau bermusyawarah dalam menetapkan tindakan pertanggungjawaban atas pelanggaran yang telah dilakukan termasuk pemulihan kerusakan atau kerugian akibat pelanggaran.
2.   Pertemuan musyawarah
3.   Permintaan maaf dari pelaku
4.   Pemaafan dari korban
5.   Kesepakatan tindakan  untuk pelaku sebagai wujud dari tanggung jawab.


   Dalam penerapannya tidak semua kasus dapat diberlakukan Restorative Justice, karna harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
1.   Bukan merupakan kasus anak yang mengorbankan kepentingan orang banyak dan bukan pelanggaran lalulintas.
2.   Kenakalan anak tersebut tidak mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, lika berat atau cacat seumur hidup.
3.   Kenakalan anak tersebut bukan merupakan kejahatan terhadap kesusilaan yang serius menyangkut kehormatan.

Restorative Justice memiliki ciri khas nilai- nilai tertentu untuk membedakan dasar pemikirannya dengan teori pemidanaan yang sudah ada.Berikut adalah nilai-nilai dari pendekatan Restorative Justice:
1.         Nilai yang terkait dengan penerapan Restorative Justice dalam praktek yang disebut Procedural Save Guard yang terdiri dari:
a.      Non Dominition
Bahwa dalam penyelesaian perkara pidana dengan menggunakan Restorative Justice diharapkan semua pihak dalam posisi yang sederajad . Di mana keputusan diambil secara bersama diantara para pihak yang terlibat (pelaku/ keluarga pelaku, korban/ keluarga korban dan masyarakat).
b.      Honouring Legally Spesifik Upperlimits On Saction
Ketika seseorang menerima pengajuan Restorative Justice maka harus disadari untuk dapat menerima keputusan yang dihasilkan. Seorang pelaku tindak pidana tidak diposisikan untuk menerima pembalasan, tapi dibangun rasa penyesalan dan menyadari kesal;ahan yang dibuatnya sebagai tujuan bersama.
c.       Respecfull Listening
Tujuan pendekatan Restorative Justice membutuhkan rasa saling menghormati dan berempati antar pihak. Dalam pendekatan ini yang dibutuhkan adalah ;
·         keberanian untuk mengemukakan pendapat ;
·         keinginan dan kemauan untuk mendengarkan keluhan dan keinginan dari pihak lain
2.         Nilai yang terkait untuk melupakan kejadian pada masa lalu
Melupakan masa lalu bukan berarti membiarkannya tanpa penyelesaian, menelantarkan dan mencegah proses penyelesaian yang sudah berlangsung. Diterimanya sebuah kesepakatan mengandung arti suatu tugas untuk membawa nilai baru dan paradigm masyarakat disekitarnya terhadap tindak pidana yang sudah terjadi.

3.         Nilai yang terkandung dalam Restorative Justice adalah mencegah  ketidak adilan , memaafkan dan rasa berterimakasih.


Restorative Justice berlandaskan pada prinsip due process yang merupakan eksplorasi dan perbandingan antara pendekatan kesejahteraan dan pendekatan keadilan, yang dapat menghormati hak- hak hukum tersangka dan sangat memperhatikan kepentingan korban. Sasaran peradilan restorative adalah mengharapkan berkurangnya jumlah anak yang ditangkap, ditahan dan divonis penjara serta menghapuskan stigma dari diri anak dan mengembalikan anak menjadi manusia yang normal sehingga dapat berguna dikemudian hari.
Proses Restorative Justice merupakan proses keadilan yang sepenuhnya dijalankan dan dicapai oleh masyarakat. Proses yang benar- benar ditujukan untuk mencegah kembali dilakukannya tindak pidana. Hal ini menjadikan suatu keadilan menjadi sesuatu yang penuh dengan pertimbangan dalam merespon kejahatan dan menghindari stigmatisasi.

Sasaran akhir konsep Restorative Justice ini adalah :
1.         Mengharapkan berkurangnya jumlah tahanan di dalam penjara;
2.         menghapuskan stigma/cap dan mengembalikan pelaku kejahatan menjadi manusia normal;
3.         pelaku kejahatan dapat menyadari kesalahannya, sehingga tidak mengulangi perbuatannya serta mengurangi beban kerja polisi, jaksa, rutan, pengadilan, dan lapas;
4.         menghemat keuangan negara tidak menimbulkan rasa dendam karena pelaku telah dimaafkan oleh korban, korban cepat mendapatkan ganti kerugian;
5.         memberdayakan masyarakat dalam mengatasi kejahatan ;
6.         pengintegrasian kembali pelaku kejahatan dalam masyarakat.


Restorative Justice adalah  sebuah gerakan perubahan baru dalam bidang victimologi dan kriminologi  yang menekankan konsep pengakuan bahwa kejahatan dapat menyebabkan masyarakat dan komunitas. Maka perlu sekali dilakukan perbaikan keadilan dan  pemulihan kerugian yang disebabkan atau ditimbulkan oleh perbuatan pidana.
 Pemulihan kerugian ini akan tercapai dengan adanya proses- proses kooperatif yang mencakup semua stakeholder .Dimana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tersebut memecahan permasalahan  secara kolektif menghadapai pelanggaran dan implikasinya pada waktu yang akan datang.
Restorative Justice bertujuan memulihkan harmoni atau keseimbangan karna hukum telah ditegakkan.Namun hal tersebut nampaknya tidak cukup begitu saja dilaksanakan karna memulihkan keseimabangan hanya dapat diterima sebagai wujud gagasan keadilan jika ada kesembangan secara moral antara pelaku dan korban yaitu keseimbangan yang pantas.
Pada hakekatnya penanganan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum khususnya pelaku bukanlah masalah yang sederhana. Diperlukan penyamaan persepsi, visi dan tujuan . Hukum saja tidaklah cukup tapi harus disertai dengan keinginan luhur dari semua pihak dan menyerasikannya dengan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah hidup.

No comments:

Post a Comment