A.
Kesimpulan
Dari
penjabaran tentang Keadilan Pemulihan
(Restorative Justitice) Sebagai Bagian Dari Perlindungan Terhadap Anak Yang
Berhadapan Dengan Hukum di Indonesia akhirnya diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1.
Penerapan konsep Restorative Justice sebagai alternative
penegakan hukum yang efektif dan menitikberatkan pada kepentingan pelaku,
korban dan masyarakat belum sepenuhnya dapat dilaksanakan sesuai dengan yang
diharapkan.. ABH selain membutuhkan
keamanan dan perlindungan juga memerlukan proteksi berupa regulasi khusus yang
menjamin kepentingan anak. Sasaran dari penerapan konsep Restorative Justice adalah berkurangnya jumlah anak yang ditangkap,
ditahan dan divonis penjara. Cap dan pelabelan anak sebagai pelaku tindak
pidana tidak melekat sehingga dapat mengembalikan anak menjadi manusia normal
dalam kehidupan masyarakat.
2.
Penanganan Anak yang
Berhadapan dengan Hukum masih jauh dari standar penghormatan dan pernghargaan terhadap
hak- hak anak dan HAM. Pengimplementasian konsep Restorative Justice oleh penyidik Polri masih terkendala dengan
belum adanya dasar hukum maupun prosedur mekanisme formal pada penerapannya. Hukum yang bagus tidaklah cukup bila
tidak diikuti oleh efektif bekerjanya Penegak hukum, ketersediaan sarana dan
prasarana yang diperintahkan aturan, kesadaran hukum masyarakat dan dukungan
budaya masyarakat sangat besar pengaruhnya dalam implementasi Restoratif Justice terhadap perlindungan
dan penanganan ABH.
3.
Kendala- kendala yang menghambat
penerapan konsep Restoreative Justice
adalah:
a. Restorative justice hanya bias diterapkan
pada pelaku yang mengakui kejahatannya.
b. Belum adanya undang-
undang yang mengatur secara tegas tentang restorative
justice.
c. Kategori umur anak dan
aspek SDM.
d. Sikap keluarga korban
dalam partisipasinya menyelesaikan perkara melalui konsep Restorative Justice.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis
memberikan beberapa saran yaitu:
1. Seharusnya
penegakan hukum bagi anak yang
berhadapan dengan hukum di Indonesia menganut system Restorative Justice. Karna selain efektif dan menitikberatkan pada
kepentingan pelaku, korban dan masyarakat, Restorative Justice juga
menyeimbangkan hubungan anggota masyarakat dengan memperhatikan budaya
kesadaran hukum masyarakat.
2. Penerapan
Restorative justice di Indonesia
hendaklah memperhatikan beberapa hal penting yaitu:
a. Pihak
dari korban/ keluarga korban harus dilibatkan langsung.
b. Adanya
pihak ketiga yang mendorong perdamaian antara korban / keluarga korban, pelaku
/ keluarga pelaku, serta masyarakat yang diwakili tokoh masyarakat.
c. Ditentukannya
batasan- batasan dalam pemberlakuan Restorative
Justice.
d. Adanya
payung hukum / peraturan perundang- undangan yang secara jelas mengatur tentang
Restorative Justice.
Perlunya
dorongan kepada Polisi agar lebih sensitive terhadap anak, apalagi secara
internal Polisi telah melakukan terobosan- terobosan baru yang berkaitan dengan
penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum, hanya saja sosialisasinya tidak
sampai pada tataran para pelaksana. Kepolisian memiliki peluang lebih besar
untuk menghindarkan anak- anak dari proses hukum formal ke non formal.
3. Jika
pemberlakuan Restorative Justice
terbentur dengan Undang- undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak maka
langkah terbaik yang dapat diambil adalah perlunya diupayakan agar aparat penegak hukum
yang terlibat dalam penanganan ABH tidak hanya mengacu pada Undang- Undang
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, tetapi juga mengacu pada instrumen nasional dan internasional serta Surat Keputusan Bersama. Kepada
aparat penegak hukum yang menangani masalah anak hendaknya mengutamakan
perdamaian daripada proses hukum formal. Untuk terciptanya perlindungan anak
memerlukan koordinasi dan kerjasama yang baik sehingga diperoleh keseimbangan
kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan terutama dalam masalah
perlindungan hukumnya. Masyarakat dan aparat penegak hukum perlu mendapatkan penyegaran pandangan terhadap
masalah ABH agar dapat terlibat dalam
upaya menekan jumlah anak yang berhadapan dengan hukum ke dalam saluran dan langkah yang konstruktif dalam
perkembangan fisik dan psikis anak .
No comments:
Post a Comment