Sunday 17 November 2013

Restorative Justice



A.     Kesimpulan
Dari penjabaran tentang Keadilan Pemulihan (Restorative Justitice) Sebagai Bagian Dari Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum di Indonesia akhirnya diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.         Penerapan konsep Restorative Justice sebagai alternative penegakan hukum yang efektif dan menitikberatkan pada kepentingan pelaku, korban dan masyarakat belum sepenuhnya dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan..  ABH selain membutuhkan keamanan dan perlindungan juga memerlukan proteksi berupa regulasi khusus yang menjamin kepentingan anak. Sasaran dari penerapan konsep Restorative Justice adalah berkurangnya jumlah anak yang ditangkap, ditahan dan divonis penjara. Cap dan pelabelan anak sebagai pelaku tindak pidana tidak melekat sehingga dapat mengembalikan anak menjadi manusia normal dalam kehidupan masyarakat.
2.         Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum masih jauh dari standar penghormatan dan pernghargaan terhadap hak- hak anak dan HAM. Pengimplementasian konsep Restorative Justice oleh penyidik Polri masih terkendala dengan belum adanya dasar hukum maupun prosedur mekanisme formal pada penerapannya. Hukum yang bagus tidaklah cukup bila tidak diikuti oleh efektif bekerjanya Penegak hukum, ketersediaan sarana dan prasarana yang diperintahkan aturan, kesadaran hukum masyarakat dan dukungan budaya masyarakat sangat besar pengaruhnya dalam implementasi Restoratif Justice terhadap perlindungan dan penanganan ABH.
3.         Kendala- kendala yang menghambat penerapan konsep Restoreative Justice adalah:
a.       Restorative justice hanya bias diterapkan pada pelaku yang mengakui kejahatannya.
b.      Belum adanya undang- undang yang mengatur secara tegas tentang restorative justice.
c.       Kategori umur anak dan aspek SDM.
d.      Sikap keluarga korban dalam partisipasinya menyelesaikan perkara melalui konsep Restorative Justice.






B.      Saran
 Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis memberikan beberapa saran yaitu:
1.      Seharusnya penegakan hukum bagi  anak yang berhadapan dengan hukum di Indonesia menganut system Restorative Justice. Karna selain efektif dan menitikberatkan pada kepentingan pelaku, korban dan masyarakat, Restorative Justice juga menyeimbangkan hubungan anggota masyarakat dengan memperhatikan budaya kesadaran hukum masyarakat.
2.      Penerapan Restorative justice di Indonesia hendaklah memperhatikan beberapa hal penting yaitu:
a.       Pihak dari korban/ keluarga korban harus dilibatkan langsung.
b.      Adanya pihak ketiga yang mendorong perdamaian antara korban / keluarga korban, pelaku / keluarga pelaku, serta masyarakat yang diwakili tokoh masyarakat.
c.       Ditentukannya batasan- batasan dalam pemberlakuan Restorative Justice.
d.      Adanya payung hukum / peraturan perundang- undangan yang secara jelas mengatur tentang Restorative Justice.
Perlunya dorongan kepada Polisi agar lebih sensitive terhadap anak, apalagi secara internal Polisi telah melakukan terobosan- terobosan baru yang berkaitan dengan penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum, hanya saja sosialisasinya tidak sampai pada tataran para pelaksana. Kepolisian memiliki peluang lebih besar untuk menghindarkan anak- anak dari proses hukum formal ke non formal.
3.      Jika pemberlakuan Restorative Justice terbentur dengan Undang- undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak maka langkah terbaik yang dapat diambil adalah   perlunya diupayakan agar aparat penegak hukum yang terlibat dalam penanganan ABH tidak hanya mengacu pada Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, tetapi juga mengacu pada instrumen nasional dan  internasional serta Surat Keputusan Bersama. Kepada aparat penegak hukum yang menangani masalah anak hendaknya mengutamakan perdamaian daripada proses hukum formal. Untuk terciptanya perlindungan anak memerlukan koordinasi dan kerjasama yang baik sehingga diperoleh keseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan terutama dalam masalah perlindungan hukumnya. Masyarakat dan aparat penegak hukum  perlu mendapatkan penyegaran pandangan terhadap masalah ABH  agar dapat terlibat dalam upaya menekan jumlah anak yang berhadapan dengan hukum ke dalam  saluran dan langkah yang konstruktif dalam perkembangan fisik dan psikis anak .

No comments:

Post a Comment