Sunday 10 November 2013

Restorative Justice System


   



   Penyelesaian secara Restorative Justice berbeda dengan proses peradilan konvensional. Pengadilan  konvensional merupakan pengadilan yang menentukan kesalahan dan mengusrus kerusakan  / penderitaan yang dialami seseorang atau beberapa orang dalam sebuah forum antara pelaku tindak pidana dan Negara yang dilangsungan dengan aturan yang sistemik.
    Dalam penanganan kasus anak yang berhadapan dengan hukum bentuk Restorative Justice merupakan  proses penyelesaian yang dilakukan di luar system peradilan pidana ( Criminal Justice System) dengan menggunakan  reparative board / youth panel, yaitu suatu penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan melibatkan pelaku, korban , masyarakat, mediator dan aparat penegak hukum yang berwenang secara bersama merumuskan sanksi yang tepat bagi pelaku dan ganti rugi bagi korban atau masyarakat untuk mencapai kesepakatan dan penyelesaian.                           Mediasi sebagai salah satu sarana penerapan restorative justice dalam perkara anak perlu disosialisasikan kepada masyarakat luas. Diperlukan peningkatan sumber daya manusia aparat penegak hukum yang terlibat dalam penanganan ABH melalui sosialisasi, pendidikan dan pelatihan khusus agar mereka dapat memahami wujud dari peradilan anak dan hak-hak anak yang tertuang dalam Undang-Undang Pengadilan Anak sehingga hak hak anak pelaku tindak pidana dapat dilindungi dan ditegakkan.
  Syarat utama dari penyelesaian melalui mediasi adalah
a.        Adanya pengakuan dari pelaku
b.      Adanya persetujuan dari pelaku beserta keluarganya dan korban untuk menyelesaikan perkara melalui muyawarah pemulihan, proses peradilan baru berjalan.
c.       Persetujuan dari pihak aparat penegak hukum.
d.      Dukungan dari masyarakat.

   Dampak yang ditimbulkan dalam mediasi  sangat signifikan dalam proses penegakan, walaupun mungkin menyimpang dari prosedur legal system. Penyelesaian perkara pidana melalui mediasi tidak dapat dilepaskan dari cita hukum yang didasarkan pada landasan filsafat hukum yaitu keadilan (law is justice), dan asas hukum proses penyelesaian perkara yang mengacu pada sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis.
    Oleh karena itu pola mediasi yang diterapkan harus mengacu pada nilai-nilai keadilan, nilai kepastian hukum dan kemanfaatan. Sedangkan norma hukum yang diterapkan harus mempertimbangkan landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan dalam untuk menerapakan Restorative Justice adalah
a.       Kasus anak yang melakukan tindak pidana tersebut bukan merupakan suatu hal yang mengorbankan kepentingan orang banyak
b.       Bukan merupakan pelanggaran lalulintas
c.       Baru pertama kali dilakukan dan tidak menyebabkan hilangnya nyawa orang atau cacat
d.      Bukan merupakan kejahatan seksual misalnya perkosa


  Adapun sebagai mediator dalam musyawarah dapat diambil dari tokoh masyarakat yang terpercaya dan jika kejadiannya di sekolah, dapat dilakukan oleh kepala sekolah atau guru.
  Restorative Justice adalah  sebuah teori yang menekankan pada pemulihan kerugian yang disebabkan atau ditimbulkan oleh perbuatan pidana. Pemulihan kerugian ini akan tercapai dengan adanya proses- proses kooperatif yang mencakup semua stakeholder (pihak yang berkepentingan). Tindakan –tindakan dan program-program yang merefleksikan tujuan restorative akan dapat menyelesaikan kejahatan dengan cara:
a.       Mengidentifikasi dan mengambil langkah- langkah untuk memulihkan kerugian.
b.      Melibatkan semua stakeholder.
c.       Merubah hubungan  tradisional antara masyarakat dan pemerintah dalam mengatasi kejahatan.

   Konsep- konsep tersebut merupakan bagian dari prinsip Restorative Justice yang dituangkan dalam Declaration of Basic Principles of Justice of Crime and Abuse of Power 1985.Prinsip tersebut kemudian dikembangkan oleh The UN Commissionson Crime Prevention and Criminal Justice sebagai paduan internasional untuk membentuk negara- negara yang mnenjalankan program Restorative Justice.
    Dengan menggunakan metode restorative justice, hasil yang diharapkan ialah:
a.       Berkurangnya jumlah anak anak yang ditangkap, ditahan dan divonis penjara.
b.      Menghapuskan stigma dan mengembalikan anak menjadi manusia normal sehingga diharapkan dapat berguna kelak di kemudian hari.
c.       Pelaku pidana anak dapat menyadari kesalahannya sehingga tidak  mengulangi perbuatannya
d.      Mengurangi beban kerja Polisi, Jaksa, Rutan, Pengadilan dan Lapas
e.       Menghemat keuangan negara dan tidak menimbulkan rasa dendam karna  pelaku telah dimaafkan oleh korban.
               John Braitwhite berpandangan bahwa Restorative Justice adalah proses di mana semua pihak yang terlibat pelanggaran tertentiu bersama- sama memecahkan secara kolektif bagaimana untuk menghadapi akibat pelanggaran dan implikasinya untuk waktu yang akan datang. Tujuannya adalah untuk memulihkan harmoni atau keseimbangan karna hukum telah ditegakkan.[1]
     Restorative Justice dapat dilihat dan dirasakan dalam bentuk :
a.       Hadirnya kelembagaan baru melengkapi lembaga yang sudah ada.
b.      Cara pandang, motivasi, semangat yang tumbuh dikalangan pelaksana peradilan.
c.       Peraturan,  regulasi atau manual yang baru atau khusus.
               Restorative justice dapat diimplementasikan dalam penyelesaian perkara melalui Alternative Dispute Resolution (ADR). ADR adalah tindakan memberdayakan penyelesaian alternatif di luar pengadilan melalui upaya damai yang lebih mengedepankan prinsip win-win solution, dan dapat dijadikan sarana penyelesaian sengketa disamping penyelesaian sengketa di pengadilan.
                Dalam proses peradilan harus berjalan proses yang diharapkan adalah proses yang dapat memulihkan, artinya perkara betul betul ditangani oleh aparat penegak hukum yang mempunyaai niat, minat, dedikasi, memahami masalah anak dan telah mengikuti pelatihan restorative justice serta penahanan dilakukan sebagai pilihan terakhir dengan mengindahkan prinsip-prinsip dasar dan konvensi tentang Hak - hak Anak yang telah diadopsi kedalam undang-undang perlindungan anak.
    Perlu kita pikirkan bersama bahwa persoalan pemidanaan anak sangat serius karena :

a.          Dalam proses peradilan cenderung terjadi pelanggaran hak asasi manusia bahkan banyak bukti menunjukkan ada praktek kekerasan dan penyiksaan terhadap anak yang masuk dalam mesin peradilan.
b.         Perspektif anak belum mewarnai proses peradilan.
c.          Penjara yang menjadi tempat penghukuman anak terbukti bukan merupakan tempat yang tepat untuk membina anak mencapai proses pendewasaan yang diharapkan.
d.         Selama proses peradilan anak yang berhadapan dengan hukum kehilangan hak-hak dasarnya seperti komunikasi dengan orang tua, hak memperoleh pendidikan, dan hak kesehatan.
e.          Ada stigma yang melekat pada anak setelah selesai proses peradilan sehingga akan menyulitkan dalam perkembangan psikis dan sosial ke depannya.

Restorative justice dianggap sebagai cara berfikir/paradigma baru dalam memandang sebuah tindak kejahatan yang dilakukan oleh seorang dengan  menempatkan nilai yang lebih tinggi dalam keterlibatan yang langsung dari para pihak sehungga korban mampu untuk untuk mengembalikan unsur control, sementara pelaku didorong untuk memikul tanggung jawab sebagai sebuah langkah dalam memperbaiki kesalahan yang disebabkan oleh tindak kejahatan dan dalam membangun sistem nilai sosialnya.
Keterlibatan komunitas secara aktif memperkuat komunitas itu sendiri dan mengikat komunitas akan nilai-nilai untuk menghormati dan rasa saling mengasihi antar sesama sehingga dapat secara aktif memperkuat komunitas itu sendiri dan mengikat komunitas akan nilai-nilai untuk menghormati dan rasa saling mengasihi antar sesama . Peranan pemerintah secara substansial berkurang dalam memonopoli proses peradilan sekarang ini .
Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak menjadi tujuan hukum secara konkrit. Tujuan hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran.
Restorative justice membutuhkan usaha-usaha yang kooperatif dari komunitas dan pemerintah untuk menciptakan sebuah kondisi dimana korban dan pelaku dapat merekonsiliasikan konflik mereka dan memperbaiki luka-luka lama mereka.  Di samping itu juga mengupayakan untuk merestore keamanan korban, penghormatan pribadi, martabat, dan yang lebih penting adalah sense of control.
Manfaat penerapan Restorative Justice ini bagi pelaku adalah :
a.       Tidak terampas kemerdekaannya
b.      Tidak di cap buruk oleh lingkungan
c.       Pelaku dapat bertanggungjawab untuk kerugian yang ditimbulkan
d.      Pelaku memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri
e.       Pelaku dapat selalu berhubungan dengan orang tua / tidak terpisah dari orang tuanya
f.        Pelaku dapat tetap bersekolah dan melanjutkan pendidikannya
g.       Pelaku dapat terhindar dari kemungkinan pengaruh yang lebih buruk apabila melalui system peradilan pidana.

Manfaat Restorative Justice bagi korban adalah :
a.       Korban dapat ilut serta dalam mengambil keputusan
b.      Kerugian dapat segera dipulihkan
c.       Terhindar dari pemberitaan

Manfaat Restorative Justice bagi masyarakat :
a.       Masyarakat dapat ikut serta dalam mengambil keputusan
b.      Dapat membina anak nakal di daerahnya sesuai dengan budaya dan kebiasaan setempat
c.       Dapat menghindarkan konflik yang berkepanjangan antar warga
d.      Dapat menyampaikan dan mewujudkan kepentingannya

     Manfaat Restorative Justice bagi aparat penegak hukum adalah dapat mengurangi pekerjaan sehingga berkas tidak menumpuk dan menghemat dana operasional penanganan perkara.
      Proses Restorative Justice :
a.       Ketika ada laporan kepada aparat pemerintah (RT,RW,aparat desa atau Kelurahan) tentang kasus pelanggaran oleh anak, aparat menentukan dan menghubungi fasilitator yang dianggap cakap dalam memfasilitasi penyelesaian kasus.
b.      Fasilitator dapat juga ditentukan ketika kasus pelanggaran sudah diproses melalui hukum formal baik penangkapan, penyidikan, penuntutan maupun persidangan.
c.       Fasilitator mencari informasi lengkap tentang kasus baik dari korban maupun saksi.
d.      Fasilitator memastikan pelaku mengakui tindakan pelanggaran yang dilakukan.
e.       Fasilitator merancang situasi dan waktu yang tepat untuk menyelenggarakan musyawarah.
f.        Fasilitator mengundang para pihak.
g.       Fasilitator memfasilitasi jalannya musayawarah sehingga ada  perdamaian dan dicapai kata sepakat dari korban dan pelaku.
h.       Adanya monitoring dan evaluasi sebagai mekanisme pelaksanaan kesepakatan dan kemajuan perilaku anak.
i.         Fasilitator melakukan monitoring dan evaluasi.
j.        Jika hasil dari monitoring dan evaluasi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya dengan baik maka fasilitator mengambil tindakan musyawarah untuk mengambil upaya tindak lanjut.
k.      Fasilitator membuat laporan dan menyampaikannya pada semua pihak yang bermusyawarah.
  Menurut penulis jika Restorative Justice diterapkan di peradilan Indonesia maka ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan yaitu :
a.          Korban atau keluarga korban harus dilibatkan secara aktif sehingga pendapatnya berpangaruh terhadap tuntutan dan putusan pengadilan.
b.         Ada peran dari pihak ketiga yang mendorong proses perdamaian antara korban / keluarga korban, pelaku/ keluarga pelaku serta masyarakat yang diwakili oleh tokoh masyarakat.
c.          Ditentukan batasan- batasan dan jenis tindak pidana apa saja yang bias diberlakukan Restorative Justice.
d.         Adanya payung hukum / peraturan perundang-undangan yang secara tegas dan jelas mengatur tentang Restorative Justice.

Adapun upaya-upaya  yang harus dilakukan agar penerapan Restorative Justice  dapat berjalan secara optimal adalah sebagai berikut:  
a.          Regulasi, yaitu dengan membentuk peraturan yang mengakomodir tentang keadilan restorative
b.         Melakukan sosialisasi ke semua aparat penegak hukum dan masyarakat
c.          Melakukan koordinasi dan kerja sama antara aparat penegak hukum (polisi, jaksa, dan hakim), advokat, petugas Balai Pemasyarakatan (BAPAS), petugas Rumah Tahanan (RUTAN), Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, dan kementerian lainnya yang terkait dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum. Koordinasi dan kerja sama tersebut, selain untuk penyamaan persepsi juga untuk penyelarasan gerak langkah.
d.         Perubahan paradigma
Untuk menerapkan keadilan restoratif  di Indonesia, peranan masyarakat sangat penting. Mengubah paradigma masyarakat dari paradigma bahwa setiap orang yang kejahatan harus dihukum menjadi paradigma bahwa setiap orang yang melakukan kejahatan harus diselesaikan dulu melalui musyawarah dan perdamaian.


Selain itu, perlu juga mengubah paradigma penegak hukum agar berparadigma progresif karena perilaku penegak hukum progresif itu menjunjung tinggi moralitas. Karena hati nurani ditempatkan sebagai penggerak, pendorong sekaligus pengendali paradigma pembebasan itu. Dengan begitu, paradigma hukum progresif bahwa hukum untuk manusia dan bukan sebaliknya, akan membuat perilaku penegak hukum progresif merasa bebas untuk mencari dan menemukan format, pikiran, asas serta aksi yang tepat untuk mewujudkannya.


[1] John Britewhite, Restorative Justice , Assensing and Immordest theory and Pesimistic Theory Draf  to be Susmited to Crime and Justice : Review of Research , University of Chicago, Press p 5

No comments:

Post a Comment